Pada pertengahan bulan Maret tahun 1990-an, desaku kedatangan sekelompok mahasiswa yang akan melakukan KKN. Mungkin karena ini adalah baru pertama kalinya desaku jadi tempat tujuan KKN sehingga penduduk desaku sangat gembira mendengar akan ada mahasiswa yang akan ikut membantu meringankan beban dalam membangun desa kami terutama kepala dusunnya.

Kebetulan rumah tinggal yang di pinjamkan oleh kepala dusun untuk sekelompok mahasiswa itu bersebelahan dengan rumah saya, sehingga secara otomatis saya jadi dapat berkenalan dengan mereka. Mereka beranggotakan delapan orang, lima di antaranya cowok, tiga yang lainya cewek. Kebanyakan mereka bukan orang Yogya asli. Mereka ada yang berasal dari Bandung, Sumatra, dan Sulawesi, cuma satu orang yang berasal dari Yogya.

Mereka ditugaskan oleh kepala dusun desa saya untuk membangun sebuah kamar mandi umum untuk sarana desa yang selama ini belum terbangun. Setiap hari, ketika mereka sibuk dengan pekerjaan mereka, aku selalu memperhatikan salah satu anggota cewek dari ketiga mahasiswi tersebut. Ia bernama Windy, usianya sekitar 22 tahun, lebih tua 3 tahun denganku saat itu. Tingginya sekitar 167 cm, asalnya dari Bandung. Para pembaca tahu sendiri kan kalau orang Bandung umumnya berkulit putih mulus.

Aku selalu memperhatikan Windy karena tubuhnya yang indah dan bahenol itu, ia memakai BH yang berukuran mungkin sekitar 34 atau lebih, karena memang payudaranya sangat menonjol, apalagi saat kerja ia hanya mengenakan kaus ketat dan memakai celana gunung hanya pada bagian atasnya saja, mungkin karena panas sehingga bagian bawahnya tidak dipakainya saat bekerja, meskipun saat berdiri hanya sampai lutut, tetapi saat berjongkok atau duduk bersila, pahanya yang putih mulus itu sangat terlihat jelas dan saat berkeringat, BH-nya terlihat jelas karena tercetak terkena keringat. Aku jelas sangat tergoda dan bernafsu, apalagi di desaku jarang melihat cewek putih secantik dia.

Suatu ketika, saat mereka sedang bekerja keras, entah mengapa Windy minta diantarkan temannya ke tempat tinggalnya yang berjarak sekitar 200 m dari tempat kerjanya, aku langsung mengikutinya karena hanya gadis itulah yang aku sukai tubuh seksinya.

Sesampai di rumah mereka, Silvi teman Windi yang mengantarkannya, diminta Windi untuk segera kembali ke teman-temannya untuk membantu pekerjaan yang sedang mereka kerjakan agar cepat selesai. Mungkin karena kelelahan, ia langsung pergi ke kamar mandi untuk menyegarkan diri. Karena rumah yang ditempatinya bukan termasuk rumah orang kaya maka kamar mandinya pun juga sederhana sekali, pintunya saja hanya terbuat dari seng yang tidak bisa tertutup rapat, bagian bawahnya terbuka sekitar 5 cm, dan bagian kanan atau kiri pintu juga mudah diintip. Aku sudah hafal dengan bentuk kamar mandi ini karena aku sering mengintip diam-diam dua anak Pak Kadus yang masih SMP dan SMU saat mereka mandi. Meskipun mereka berwajah manis tetapi masih kalah putih dan seksi dibandingkan si Windi.

Aku masuk lewat halaman belakang karena kamar mandinya juga terletak di halaman belakang. Mungkin karena sudah merasa aman setelah pintu depan ditutup dan dikunci rapat, ia mandi dengan santai sambil menyanyi-nyanyi lagu pop Britney Spears kesukaannya. Saat aku mulai mengintip, ia sedang berjongkok untuk kencing sehingga aku mulai khawatir kalau-kalau ia melihatku sebab ia berjongkok menghadap pintu depan kamar mandi sedangkan aku mengintipnya dari bawah pintu. Tetapi untungnya ia hanya melihat ke bawah lantai.

Saat ia kencing itulah aku merasa terangsang. Vaginanya terlihat jelas karena terbuka lebar dengan bulu-bulunya yang keriting dan lebat, dan yang paling kusukai dari dia tentunya adalah karena ia masih perawan. Aku jadi ingin merasakan bagaimana rasanya vagina cewek yang masih perawan karena selama ini aku hanya berpacaran dan berhubungan intim dengan wanita yang sudah tidak perawan dan tidak secantik dia.

Setelah ia selesai mandi, aku ingin segera keluar dari rumah itu, tapi karena hari itu hujan, aku terpeleset saat memanjat tembok dan menyenggol pot tanaman hingga ia langsung keluar dari kamar mandi dengan hanya menutup handuk untuk melihat suara apa itu dan langsung memergokiku.

"Loh Mas, kok disini, lagi ngapain kamu Mas?".
"Eh.. Emm.. Aku ee.. Lagi manjat tembok tapi kepeleset", ujarku beralasan.

Karena sudah tak tahan melihat tubuhnya yang putih mulus dan wangi itu aku mendekatinya dan tanpa basa-basi langsung kusekap mulutnya. Dengan mudah aku dapat meringkusnya dengan mengikat tangannya karena di tempat itu terdapat banyak tali-tali tambang, dan kuseret dia ke dalam kamar tidur entah milik siapa. Di situ aku buka ikatannya dan langsung kurebut handuknya sehingga ia telanjang bulat.

"Jangan Mas, jangan, kita kan tetangga", ia hanya dapat menangis dan memohon-mohon saat aku melepaskan semua bajuku.
"Emang gue pikirin, aku dah nggak tahan ngeliat tubuh seksi lu!!", bentakku.

Pistolku yang berukuran 18 cm ini langsung tegak menodong ke arahnya. Aku langsung menubruk dia. Karena ia melakukan perlawanan terpaksa aku menampar dan sedikit mencekiknya, karena hanya dengan cara inilah ia akhirnya dapat lemas dan menyerah tanpa membuat lecet kulit putih mulusnya. Aku mulai menciumi bibir tipisnya dan menjilati wajahnya sambil meremas-remas payudara dan memelintir putingnya, lalu aku melumat payudara dan menggigiti putingnya.

"Aah.. Aah sakit Mas!", rintihnya lalu aku mulai meletakan penisku di atas vaginanya.
"Jangan digituin Mas, ampun Mas", ia memohon sambil mengeluarkan air matanya.
"Santai aja Mbak, enak kok"
"Jangan Mas, jangan.. Aacchh.. Aacch.. Uucch sakit.. Ooch!!", ia menjerit kesakitan saat aku berusaha keras memasukkan penisku ke dalam vaginanya yang masih tertutup rapat.

Lalu kubalik posisi tubuhnya sehingga ia berlutut dan kutampar-tampar pantatnya hingga memerah, sambil kujilat-jilat pantat mulusnya.

"Wow, pantat Mbak indah juga, bulet tapi juga sekal banget"

Saat hampir kumasukkan penisku ke duburnya tiba-tiba pintu terbuka dan ada orang masuk. Windi tahu bahwa itu pasti temannya sehingga ia langsung berterika meminta tolong. Orang itu mendengar teriakan Windi lalu langsung menuju kamar ini hingga ia terkejut bukan main begitu juga denganku

"Hey, sedang apa kau?"
"Eh.. Mm anu aku.." aku bingung menjawabnya.

Windi sempat lega melihat salah seorang temannya datang. Teman pria Windi itu sempat ingin marah ketika Windi akan kusodomi. Tetapi ketika ia melihat kemolekan tubuh Windi, ia jadi terdiam sesaat. Mungkin ia juga terangsang, karena saat aku melihat bibirnya ia mengucapkan kata "Wow" dengan lirih secara tidak sengaja. Tanpa disangka ia lalu malah memberi suatu penawaran kepadaku.

"Kalo lu ngasih aku bagian dari tubuh sexy ini, aku nggak bakalan ngomong ama tetangga sebelah, OK?"
"Oh boleh saja, kita nikmati bareng-bareng aja." tentu saja aku setuju dari pada dikeroyok masa.

Dia langsung membuka bajunya yang sudah basah terkena hujan.

"Loh, Rob kamu ini gimana sih, aku ini temanmu" Windi merasa kecewa ketika ia melihat temannya itu sedang mengeluarkan batang kejantanannya dari CD-nya.
"Iya aku juga tau lu ini temanku, tapi kan cuman teman KKN aja dan selama ini aku selalu terangsang ngeliat tubuh lu saat ngintip lu mandi, he.. he.. he", ujarnya.

Aku langsung melanjutkan kegiatanku tadi. Saat Windi masih berdebat dengan temannya, langsung saja kumasukkan penis 18,5 cm-ku ini ke lubang duburnya.

"Robi, kamu ini kurang aj.. Aacchh.. Aach.. Oocch!!" ia menjerit kesakitan.
"Ooch.. Aacch.. Yes wauw biar seret tapi enak tenan Win duburmu!!", ujarku.

Temannya pun tak tinggal diam, ia langsung menyodorkan batang kemaluannya ke wajah Windi.

"Nah Win entot nih kontolku, ha.. ha.. ha!!", ia memaksa membuka mulut Windi dengan menjambaknya.
"Please Rob, please.. mmph.. mmphh!".

Windi merasakan siksaan sampai hampir muntah, karena memang ia belum pernah mengulum penis seseorang. Kugenjot-genjot penisku, karena aku senang jika melihat payudaranya bergoyang-goyang.

"Aach.. Oocchh.. Yes!!".

Akhirnya kusemprotkan cairan spermaku ke lubang duburnya. Si Robi pun ikut menyemburkan cairan kentalnya ke mulut Windi dan memaksanya untuk menelan semuanya dan menjilati sisa-sisa sperma yang masih menempel di penisnya. Lalu kami beristirahat sebentar sambil merokok dan menonton film porno di ruang tengah. Lalu temannya yang ternyata bernama Robi itu mampir ke warung sebelah untuk membeli vitamin penambah tenaga dan obat kuat.

Setelah 30 menit, hari masih hujan lebat sehingga teman-temannya yang lain kemungkinan masih akan lama pulangnya. Kami pun meneruskan memperkosa Windi. Ia mengira penderitaanya sudah berakhir karena saat aku menghampirinya, ia sudah memakai CD-nya kembali. Ia pun terkejut saat aku menghampirinya sehingga ia melakukan sedikit pemberontakan tapi tidak berhasil lalu langsung kutampar hingga jatuh dan Robi melepaskan kembali CD-nya.

"Tolong sudahi saja Rob, aku sudah cape", mohonnya.
"Hey aku kan belum nyoba vagina lu tau!"

Robi berbaring telentang di kasur dan mengangkat tubuh Windi dengan posisi tengkurap menghadap dirinya, dan langsung menghujamkan penisnya ke vaginanya.

"Aacchh.. Uucchh.. Sst tolong, udah aja Rob, sakit..!", rintihnya.

Tanpa kutunggu-tunggu, aku langsung ikut menunggangi tubuh Windi dan memasukan penisku ke vaginanya sehingga penisku dengan penis Robi bergesekan dalam satu vagina hingga lapisan klitoris Windi robek dan berdarah.

"Aacchh.. Aacch.. Uucch.. Sstt aduuh sakit banget, toloong!!"

Setelah sekitar 25 menit, Robi menyemprotkan spermanya dulu lalu mencabutnya, dan tubuh Windi kubalikkan telentang. Lima menit kemudian ganti aku yang menyemprotkan cairan hangat dan kentalku. Aku pun lemas dan menindih tubuh seksinya tapi tidak langsung mencabut penisku dari vaginanya. Windi pun juga sudah sangat lemas tidak berdaya.

Karena hujan sudah mulai agak reda, Robi langsung mengeluarkan HP-nya dan memfoto bagian-bagian vital tubuh telanjang Windi untuk mengancam Windi agar tidak membuka mulut kepada siapapun. Lalu kami memakaikan bajunya. Saat kemudian 2 orang lagi temannya datang, kami terlihat sedang menonton TV bersama. Meskipun wajah Windi terlihat sedih, mereka tidak mengetahui dan tidak mempedulikannya karena memang hubungan mereka belum begitu akrab sebab mereka semua berbeda jurusan apalagi baru saling kenal beberapa hari. Tetapi beberapa hari kemudian, Windi akhirnya mengaku kepada keluarganya bahwa ia telah diperkosa oleh saya dan temannya saat KKN, sehingga kami pun ditangkap oleh polisi dan dipenjara selama 2,5 tahun.

Setelah kejadian itu, warga desa saya menjadi trauma karena takut kejadian itu akan terulang lagi dan itu telah memperburuk nama desaku. Sejak saat itu jika ada KKN lagi, penduduk desa saya meminta para anggota KKN khususnya cewek harus berpakaian sopan dan tidak merangsang, karena pemuda di desaku memang jarang keluar desa, sehingga agak mudah terangsang jika melihat cewek cantik dengan pakaian yang sedikit menggoda.

Mulailah aku menjelajahi dunia maya, ditemani segelas susu panas dan teman-temannya tadi. Aku membuka mIRC, dan mencoba chatting dengan beberapa netter lain, tak lama kemudian aku akhirnya online dengan beberapa cowok, satu diantaranya menarik perhatianku, dia memakai nickname [hujanderas] yang kebetulan sama dengan keadaan diluar. Dia bilang, dia berumur 28 tahun, bekerja di salah satu Trading Company di Bandung juga, dan kebetulan belum married, walaupun terus terang aku tidak mempercayai sepenuhnya, tetapi aku menanggapinya juga, karena dia lebih sopan dibandingkan yang lain, dan dari segi bahasa yang digunakan juga menunjukkan dia (mungkin) seseorang yang 'berkelas', hal itu membuatku untuk men-disconnect cowok-cowok lainnya, dan hanya melayani chat dengan si [hujanderas] saja.

Ternyata [hujanderas] orang yang menyenangkan juga, dan lumayan berwawasan luas, segala hal yang aku omongkan 'nyambung', hingga kadang secara tidak sadar aku senyum-senyum sendiri di depan layar monitor PC-ku, mirip orang yang tidak waras. Lumayan lama aku chatting dengannya hingga tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 4 dinihari, gelas susu panas tadi sudah lama kosong, begitu juga toast yang sudah tandas duluan, lalu akupun mulai merasakan mataku berat dan badanku penat, akhirnya setelah memutuskan untuk bertemu dengannya sore nanti, aku segera beranjak tidur.

Aku tidur nyenyak sekali, rupanya aku benar-benar kelelahan setelah semalaman chatting dengan [hujanderas]. Aku terbangun oleh dering telepon yang terletak di meja kecil tepat di samping tempat tidurku. Dengan malas kuraih gagang telepon yang berbentuk boneka Garfield itu, seseorang menyapaku di ujung sana.
"Din, elo masih tidur gini hari?!" ternyata Lisa.
"Mmm.. elo di mana Lis..?" suaraku terdengar serak karena aku memang masih ngantuk berat.
"Masih di rumah Jakarta, ntar gue pulang dua hari lagi kok, udah dulu yah.. met tidur lagi deh.. hi.. hi.. hi.. 'Klik!" telepon ditutup.
"Sableng.." kataku dalam hati. Mataku melirik ke arah weker, "Gila, udah jam setengah satu siang.."
Dengan malas aku turun dari tempat tidurku, lalu kubuka tirai jendela kamarku, di luar hari sangat terang, matahari bersinar dengan cerahnya, kulihat ke bawah salah satu pembantuku yang masih muda, si Imas sedang menyiram tanaman, aku menikmati sebentar udara luar yang masuk ke kamarku, lalu aku mulai melakukan senam-senam kecil, meregangkan otot-otot tubuhku yang terasa kaku, setelah sedikit berkeringat, aku turun ke lantai bawah.

"Selamat siang Neng Dini, mau makan apa neng..?" sapa pembantuku yang lain lagi.
"Tolong bikinin telur dadar pakai kornet ya Bik," pintaku.
"Baik Neng.."
Aku lalu membuka kulkas, kutuang segelas orange juice dingin dalam gelas dan meneguknya habis, lalu tak lama kemudian aku makan dengan telur dadar kornet dan sup panas sambil membaca The Jakarta Post edisi hari itu. Beberapa berita di koran membuatku berharap agar tidak ada lagi fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dollar, karena kalau hal itu terjadi maka itu bakalan menjadi suatu pekerjaan lagi bagiku di kantor.

Selesai makan aku beranjak lagi ke atas, lalu masuk kamarku lagi, kuambil bathrobe dan towel, lalu aku mulai mandi. Entah mengapa, tiba-tiba dalam kamar mandi aku mencoba membayangkan si [hujanderas] tadi, walaupun semalam aku sudah melihat fotonya yang dikirimkan padaku, dimana dia terlihat lumayan tampan, tetapi karena aku belum melihatnya secara keseluruhan (karena fotonya hanya setengah badan) maka dalam bayanganku dia bertubuh tegap, dan atletis. Lalu dalam keadaan telanjang bulat di dalam kamar mandi, aku mulai merangsang diriku sendiri.

Tanpa sadar tanganku mulai menggerayangi bagian-bagian sensitif sekujur tubuhku. Anganku melayang membayangkan seolah cowok itu datang memelukku, lalu menciumi tubuhku dengan mesra, hingga kurasakan tubuhku merinding, lambat namun pasti kurasakan tangannya meremas dadaku yang kenyal, jemarinya memelintir puting-putingnya dengan lembut, hingga kedua putingku mengacung keras. Aku mulai mengejang dan dia mulai berbuat lebih jauh lagi, tangannya menelusup di selangkanganku, lalu membelai lembut gumpalan daging lunak penuh bulu, menyibakkannya lalu menelusupkan tiga jarinya, menggosok dan mengucek-ngucek klitoris dalam liang kewanitaanku hingga aku makin mendesah-desah penuh kenikmatan, tubuhku mulai berkeringat sementara rongga bagian dalam kewanitaanku mulai licin, basah dan berdenyut-denyut hangat, aku makin tak tahan lagi.

Sesaat kemudian aku segera membuka laci toilet, dan kuambil vibrator berbentuk kemaluan laki-laki berulir dengan panjang sekitar 30 cm, yang digerakkan tenaga baterai, dan segera menghidupkannya. Batangan plastik itu bergerak-gerak dan bergetar perlahan, aku lalu memasukkannya senti demi senti dalam lubang kewanitaanku dan.., "Srett.. srett..!" kubayangkan cowok itu menghunjamkan batang kejantanannya menembus dalam-dalam lubang kewanitaanku menyungkal hingga ke pangkalnya, sampai aku merasakan geli namun nikmat luar biasa, akibat gesekan dinding-dinding lubang kewanitaanku dengan permukaannya yang berulir. Kurasakan hawa hangat mulai menjalari seluruh saraf tubuhku, berpusat dari pangkal selangkanganku.

Mulailah aku mengocok-ngocokkan batang bergetar itu keluar masuk liang kewanitaanku, hingga batang itu berlumuran lendir bening hangat kental yang berbau khas, aku sendiri makin mengerang-erang pelan, keringatku makin banyak. "Ohh.. mmhh.. sshh.. aahh.. ahh.. ouwfouwww.. hhmmhh.." Akhirnya setelah berulang kali batang itu keluar masuk dalam liang kewanitaanku, kurasakan sesuatu mendesak dari dalam tubuhku, seakan-akan ada sesuatu yang akan meledak, aku mencoba bertahan dan tanganku makin menggila mengucek-ucek liang kewanitaanku sampai-sampai sebagian lendir hangatnya meleleh, berleleran di antara paha dan pantatku. Hingga akhirnya aku tak bisa lagi menahannya dan.., "Auuhh! oohh! aahh! ouww! hehhsshh!" maka jebollah pertahananku, kurasakan sesuatu meledak dari lubang kewanitaanku, begitu nikmat menjalari seluruh saraf tubuhku, hingga kurasakan badanku melayang ringan dan seakan-akan seluruh persendian tubuhku berlolosan. Tubuhku bergetar hebat, dan mataku terpejam erat, sedang nafasku terengah-engah menikmati sensasi luar biasa. Aku mencapai klimaks.

Dalam keheningan kamar mandiku, aku bermasturbasi gara-gara membayangkan bersetubuh dengan seseorang yang aku sama sekali belum pernah ketemu, setelah nafasku teratur, aku menyeka keringat tubuhku dengan handuk, kusimpan lagi vibrator berulir yang telah 'berjasa' itu setelah sebelumnya mencucinya bersih-bersih, dan akhirnya aku mulai benar-benar mandi. Kurasakan kesegaran luar biasa saat air hangat mengguyur tubuhku dari shower.

Tak lama aku sudah selesai berdandan. Aku merasa seksi sekali hari itu, kukenakan hipster hitam dengan tank top dan cardigan-nya, sengaja aku hanya memoles sedikit make-up pada wajahku, setelah menyemprotkan Aqua Di Gio pada tubuhku, aku segera menyambar tas tangan Prada dan kunci kontak Honda Estillo hitamku, lalu turun ke bawah.

"Mau pergi Neng?" tanya pembantuku yang sudah agak tua.
"Iya Bi, tolong si Imas suruh bukain pintu garasi!" perintahku.
"Jaga rumah baik-baik ya Bik, kunci semua pintu dan jendela, kalau ada orang yang nggak dikenal, jangan biarkan masuk.." sambungku lagi. Aku selalu mengingatkan pembantuku dalam hal keamanan, karena aku tinggal sendirian di rumah, dan hanya ditemani mereka berdua saja.

Kemudian aku sudah meluncur ke arah Dago bawah, matahari sudah mulai condong ke Barat, aku ingin jalan-jalan sebentar cuci mata di Galleria BIP, melewatkan waktu sebentar sebelum jam 5 sore, dimana aku ada janji dengan si [hujanderas] nanti. Aku melihat baju-baju yang ada di gerai-gerai Galleria Matahari, coba-coba beberapa potong, dan akhirnya tanpa kurencanakan aku membeli dua potong pakaian Invio, dua botol kecil nail enamel dan satu clear mascara. Aku selalu saja tak bisa menahan nafsu belanjaku apabila sedang berjalan-jalan.

Aku bergegas pergi saat kulihat arloji di pergelangan tanganku menunjukkan pukul lima kurang seperempat. Aku menyempatkan untuk menghubungi nomor HP si [hujanderas] dengan telepon kartu, sengaja aku tidak menghubunginya via HP-ku, karena aku tidak ingin dia mengetahui nomor HP-ku. Dia mengatakan sudah berada di Caf? itu menungguku, memberitahuku warna bajunya dan tempat duduknya, akupun mengatakan warna baju dan ciri-ciriku padanya. Lalu aku berjalan menuju Caf? Victoria yang ada di dekat pintu masuk BIP II, dan segera menemukannya duduk sendirian. Aku lalu berkenalan dengannya, dan mengambil tempat duduk di hadapannya, lalu beberapa saat kemudian aku sudah terlibat obrolan ringan dengannya, dan aku tidak memerlukan waktu yang lama untuk mengetahuinya bahwa dia sangat berbeda dari bayanganku, dan berbeda pula dari semua hal yang dia telah katakan semalam dalam chatting. Aku menilainya sebagai pria yang arogan sekali, walaupun wajahnya lumayan bersih, tetapi tidak cukup tampan dan bahkan tidak mempunyai sex appeal sama sekali, untuk bisa memenuhi kriteriaku.

Aku benar-benar kecewa, tetapi aku masih bisa bersikap wajar menghadapinya. Hingga kira-kira setelah satu setengah jam aku menghabiskan waktuku dengannya, aku meninggalkannya dengan satu alasan yang kukarang. Beruntung dia tidak berkeberatan hingga aku bisa langsung pergi tanpa meninggalkan nomor HP-ku padanya, jadi tak ada jejak yang tertinggal. "Weekend yang konyol.." aku tertawa sendiri dalam hati.

Akhirnya sisa weekend-ku kuhabiskan dengan sendirian lagi di rumah, dari kejadian itu paling tidak aku mengambil hikmahnya, bahwa lain kali aku tidak akan pernah berharap banyak pada sesorang yang kutemui dalam cyberspace. Untuk itulah aku berbagi pengalamanku ini dengan rekan wanita lainnya, agar berhati-hati menghadapi setiap netter pria di internet, dan jangan keburu 'GR' dengan pujian dan kata-kata manis yang banyak diobral, kadang sikap santun yang tertangkap hanyalah jebakan dengan penuh muslihat dibaliknya. So, be careful girls don't do stupid things like I did.. OK?

TAMAT

"Teng.. teng!" aku mendengar suara gembok pagar dipukulkan ke pagar.
"Sebentar!" sahutku.
Ternyata Vita yang datang, wah senang banget ternyata dia tidak main-main.
"Sebentar Vit, wah sexy banget non, mau ke mana?" sambil buka kunci pagar aku nyerocos menyapa dia.
"Ya mau ke sini Fir. Eh, pakaianku terlalu terbuka ya?" Dia malah nanya.
Body yang sexy dibalut tank-top warna biru menonjolkan warna kulitnya yang putih dan tonjolan dadanya yang besar.
"He, kamu ngelihat apa kok gak pake bernafas..?" Dia merasa kalau mataku tidak terlepas dari arah dadanya.
"Ehm, eh.. gak pa pa. Silahkan masuk Vit." Aku jadi salah tingkah.
"Siapa Fir?" Nenekku yang ada di ruang keluarga mengeluarkan suaranya dengan nada bertanya.
"Vita Nek, anaknya Bu P yang tinggal di Jl. P itu lho." aku jawab saja sambil menggandeng Vita ke ruang tamu.
"Duduk Vit, mau minum apa?" tanyaku sambil berjalan ke dapur.
"Apa aja Fir, eh air putih aja deh. Oh ya jangan yang dingin ya, yang biasa saja." jawab dia.
"Kalau gitu kamu ambil sendiri aja. Aku mau mandi dulu, lengket nih tadi habis motong rumput di halaman belakang." sambil ngomong aku melirik kembali ke ruang tamu. Dan sempat terlihat sekilas warna putih pahanya saat Vita meluruskan kaki mau berdiri. Ada getaran asyik dan aneh setelah menyaksikan pemandangan indah itu.

Segarnya guyuran air saat mandi menjadikan aku teringat dengan paha Vita, dan sedikit demi sedikit kemaluanku mengeras serta menimbulkan perasaan yang enak.
"Vita mau nggak ya aku ajak ML?" tanyaku pada diri sendiri.
Sambil masih berbalut handuk dari pinggang ke bawah, aku keluar menemui Vita.
"Fir, pakai dulu celanamu, gak sopan tuh." Nenekku nyeletuk, waduh jadi malu dan merasa salah tingkah. Tapi aku cuek saja.
"Iya Nek." aku jawab sekenanya sambil tetap jalan ke ruang tamu.

Di sana Vita sudah menunggu sambil tangannya memegang segelas air putih yang diambilnya dari dispenser. Posisi duduknya menyebabkan sebagian pahanya yang putih terlihat sampai dekat bongkahan pantatnya. Aku menelan ludah, mungkin dia melihat gelagatku ini. Wah pasti deh wajahku kelihatan merah padam.
"Fir, ke atas yuk. Aku pingin tahu apa rumahku terlihat dari sini." pintanya.
"OK, tapi aku pake celana dulu ya." jawabku.
"Gak usah Fir, biar aja." wah dia ternyata dia gak punya pikiran aneh-aneh.
"Nek, aku ke atas..!" teriakku minta ijin ke Nenek.
"Iya. Fir, telponnya kamu bawa saja kalau-kalau nanti bapakmu telepon." sahut Nenek.
"Biar aja di bawah Nek, nanti kalau ada telpon Fir yang turun." sahutku lagi.
"Ayo Fir, cepetan. Ntar keburu malam, aku harus belajar Matematika." Vita merajuk sambil tangannya menarik lenganku yang masih membetulkan ikatan handuk. Akibatnya, handukku sedikit terbuka di bagian depan sehingga batang kemaluanku jadi terlihat oleh Vita.
"Hi, apa itu Fir. Kok hitam gitu, berambut lagi." celetuknya dengan ekspresi terkejut.
"Ini kemaluanku namanya Mr. P" jawabku sekenanya sambil membetulkan handuk.
Lalu kami melanjutkan perjalanan menaiki tangga ke lantai dua.

Ruang di lantai dua sengaja aku atur tanpa menggunakan kursi, hanya meja rendah dan bundar model Jepang yang ada di tengah karpet tebal berwarna biru. Ada 4 bantal besar dengan cover bermotif oriental dengan warna biru muda yang dipakai sebagai alas duduk. Ada TV 21" dan VCD player di pojok ruang.

"Fir, itu apaan? Kok aneh, tadi kan nggak ada?" tanyanya sambil pandangannya mengarah ke bawah perutku. Rupanya dia menyadari kalau dari tadi aku melihat ke arah dadanya, sehingga aku yang keasyikan menikmati pemandangan indah jadi terkejut.
"Ehm.. ini tho? Ini Mr. P yang lagi tegang, kamu pingin lihat?" jawabku sambil bertanya.
"Nggak deh, malu. Lagian buat apa?" dia malah balik bertanya.
"Kesempatan nih." pikirku.
"Ya biar kamu tahu bagaimana bentuk kelamin pria pada saat tegang." celetukku.
"Gimana ya?" dia berpikir sejenak. Lalu..
"OK deh. Tapi nggak ada efeknya negatifnya kan?" dia mulai terpancing.
"Oh ya Vit, biar asyik. Gimana kalau kita nanti gantian ngasih liat punya masing-masing. Dijamin deh, nggak bakalan ada yang dirugikan." aku mulai melancarkan seranganku.

Matanya sedikit terbelalak ketika melihat Mr. P ku yang berukuran jumbo dengan diameter 4, 5 cm dan panjang 18 cm.
"Waah, gedhe banget ya. Fir, apa setiap pria berukuran segitu?" tanyanya.
Matanya masih menelusuri tubuhku mulai dada sampai pangkal pahaku. Nafasnya mulai sedikit cepat.
"Asyik nih, dia udah mulai terangsang" dalam hati aku bersorak gembira.
"Vit, gantian dong. Sekarang kamu yang buka baju, apa perlu aku bantu bukain baju kamu?" aku menghentikan tatapannya yang mulai bergairah.
"Ehm, boleh. Tapi jangan diapa-apain ya, cuman lihat aja ya." Dia berkata sambil mendekatkan tubuhnya ke arahku.

Aku tatap terus matanya lalu mulai membuka t-shirt nya ke arah atas. Pada saat t-shirtnya melintas di wajahnya dan kedua tangannya terangkat ke atas (bayangin deh, tubuhnya terbuka banget..), aku berhenti sejenak, sambil mencuri cium dadanya.
"Fir.! jangan ah, geli." Dia agak berteriak kaget, tapi tidak ada bagian tubuhnya yang mencoba menghentikan aksiku. Aku merasa ada lampu hijau buat meneruskan aksiku ini.

Lalu terlepaslah t-shirt nya dan terlihatlah tubuh bagian atasnya yang terbuka dan hanya berbalut bra dengan model bikini warna putih. Payudaranya terlihat menonjol dan menantangku untuk meremasnya, tapi aku tahan keinginan itu.
"Wah, putih banget ya kulitmu. Jadi pingin tahu yang di dalam situ." celetukku sambil menunjuk ke arah payudaranya.
"Ya udah, lihat aja." sambil berkata gitu Vita melepas penutup dadanya.
Sekarang terpampang dengan jelas dua payudara putih dengan puting agak merah muda. Dekat sekali dengan aku, membuat aku jadi pingin meremas dan mengulumnya.

"Sabar Fir, nanti juga dapat." dalam hati aku berkata.
"Fir.. ayo lanjutin buka bajunya Vita." pintanya dengan pandangan berbinar nakal.
Aku melanjutkan aksiku dengan memegang kedua pahanya dan menggerakkan kedua tanganku ke atas berbarengan. Sehingga roknya tersingkap ke atas sampai perut. Lalu aku raih CD-nya dan menariknya ke bawah dengan tiba-tiba.
"Ahh, Fir..!" Vita menjerit kecil karena tubuhnya terhuyung-huyung kebelakang. Lalu tangannya meraih pinggangku dan berpegangan agar tidak jatuh. Dan dengan tidak sengaja ujung Mr. P ku menyentuh bagian atas perutnya. Terasa sedikit geli. Vita terdiam dengan posisi masih memegang pinggangku lalu dia melepaskannya dengan tiba-tiba sambil mundur dan tangannya memegang bagian bawah perutnya yang masih terbungkus rok.

"Hi hi, kok Vita nggak ngerasa kamu melepas CD. Pantas aja rasanya agak dingin." Dia tertawa kecil sambil berkata begitu.
"Hmm.. uhmm" mulut kami masih berpagutan dengan lidah saling menjilat.

Ketika tangannya bergerak ke belakang tubuhnya, lalu terlepaslah pembungkus tubuhnya yang masih tersisa. Sekarang Vita benar-benar telanjang. Dan nafasku terasa berhenti ketika melihat kemaluannya yang punya bulu-bulu halus berbentuk segitiga. Aku menelan ludah dengan agak susah.
"Kenapa Fir, heran ya lihat punyaku." tiba-tiba Vita berkata mengagetkan aku yang masih terpesona dengan pemandangan di depanku.
"Eh, iya.. Vit, boleh aku pegang Miss V kamu?" aku memohon.
"Jangan Fir." Katanya sambil mendekatkan pinggangnya ke pinggangku.
Aneh juga, tidak mau tapi malah mendekat. Aku rasakan gesekan lembut antara Mr. P ku dengan rambut Miss V nya.
"Hmm.. ahh.. sshh" Vita mendesah lirih sambil memejamkan matanya.
"Wah kesempatan nih" pikirku.
Lalu aku rengkuh punggungnya dan kupagut lagi bibirnya. Dia membalas dengan penuh nafsu.

"Ahh, jangan Fir. Aku takut hamil." rengeknya ketika aku mulai menyentuh Miss V nya.
"Santai aja Vit, gak bakalan hamil deh.
"Ya udah, Fir.. jangan kasar ya." gumamnya lirih.
Aku kecup lagi bibirnya sambil tangan kananku mengelus lembut bibir Miss V, sementara tangan kiri meremas lembut payudaranya bergantian kiri dan kanan.
"Hmm.. shh, terus Fir, enak banget. shh" Vita mulai meracau keenakan.
Tangannya yang sedari tadi terus memegangi pundakku mulai beraktifitas menjelajahi leher dan dadaku. Sementara itu aku kecup lembut puting sambil tangan kiriku masih mengelus daerah selangkangannya.
"Shhtt.. Fir.. ahhss.. terus Fir" Vita semakin keras meracau dan agaknya dia sudah hampir mencapai puncak kenikmatan.
"Ahh.." Sambil badannya melenting kebelakang dengan kepala mendongak Vita akhirnya mencapai kenikmatannya yang pertama.
"Hmmff..Fir, rasanya enak banget. Kok, kamu gak merasa apa-apa?" Tanyanya sambil memeluk leherku dan menatap mataku.

Dengan posisi seperti ini aku bisa melihat jelas kulit wajahnya yang berkeringat, dan dadanya yang masih membusung masih menempel di dadaku.
"Vit, kamu santai aja dulu, sambil berkata aku mulai lagi mengecup lehernya dengan lembut, lalu meniupkan nafasku ke dadanya. Hal ini membuat Vita mengerang lagi.
"Sst.. Fir.. eh kamu nakal ya. Lalu mulutku mulai merayap turun ke dadanya dan menjilati putingnya bergantian kiri kanan selama lebih kurang lima menit.
"Sst.. ahh.. hmm" Vita mulai meracau lagi. Gairahnya mulai muncul.

Tangannya kini telah memegang Mr. P ku yang sedari tadi terus mendongakkan kepalanya. Lalu aku rebahkan Vita di atas meja. Aku beringsut mundur dan meraih kedua pahanya, lalu dengan tiba-tiba membenamkan kepalaku diantara kedua ujung pahanya.
"Ahh.. Fir geli.. ahh.. sstt.. ohh. Enak Fir" Vita kaget lalu mendesah nikmat.
Birahiku semakin menjadi mendengarnya. Mulutku menelusuri setiap inci tubuhnya yang berkulit putih dan lembut. Merayap naik dari Miss V nya sampai leher. Lalu kukecup bibirnya dengan lembut. Tangan kanan Vita mengelus-elus Mr. P ku dengan lembut.
"Terserah kamu fir." pelan Vita berkata.

Setelah aku bisikkan, "Aku menginginkanmu Vit."
Lalu dengan lembut, aku tarik kedua kakinya sehingga menjuntai dari tepi meja, dan kakinya aku renggangkan sedikit tetapi masih menjejak karpet, sehingga Miss V nya yang sudah basah semakin menantangku. Kusentuhkan ujung kepala Mr. P ke Miss V nya, lalu aku gerakkan ke atas dan ke bawah dengan perlahan. Nikmat sekali.
"Hmm Fir, cepetan dimasukin, tapi pelan-pelan ya." Vita mulai memohon karena sudah tidak tahan dengan rangsangan yang aku berikan.

Aku letakkan ujung Mr. P ku tepat di atas lubang Miss V nya, lalu dengan perlahan aku dorong. Agak susah juga, sering meleset, padahal cairan yang dikeluarkannya lumayan banyak. Aku hentikan usahaku, kudekatkan kepalaku ke Miss V nya lalu aku sedot cairan yang ada. Sekarang Miss V nya sudah agak kering.
"Sshh.. Fir.. geli.. ayo dong masukin.. cepet.. hmm" Vita mengerang kegelian.
Kucoba lagi memasukkan ujung Mr. P, sekarang berhasil. Lebih kurang 3 centimeter ujung Mr. P yang terbenam. Aku dorong dengan pelan, lalu kutarik lagi dengan pelan. Ku ulang sampai 4 kali. Hal ini membuat kepala Vita menggeleng ke kiri dan ke kanan sambil mendesah nikmat.

Lalu dengan tiba-tiba "Bles.." Mr. P ku berhasil menerobos keperawanannya.
"Ahh..Fir, sakit" Vita merintih.
"Cup.. cup.. ss" aku coba menenangkan Vita, lalu kukecup bibirnya dengan lembut.

Mr.P masih terbenam di Miss V, sengaja tidak aku gerakkan pinggulku. Aku ingin merasakan sensasinya. Perlahan Miss V nya mulai berdenyut, dan Vita sudah tersenyum nakal. Lalu kami berpagutan dengan ganasnya. Pinggulku kudorong naik turun dengan pelan, sambil kedua tangan meremas payudaranya. Vita juga aktif mengelus punggungku dengan cepat. Sesekali didorongnya pinggulnya ke atas. Sehingga ujung Mr. P ku terasa menyentuh dinding rahimnya.

Aktifitas ini berlangsung lebih kurang 20 menit, sampai ketika Vita menjerit tertahan sambil menggigit pundakku.
"Ahh.., Fir.. aku nyampai".
Pada saat yang sama kurasakan Mr. P ku seperti diremas-remas dan basah. Remasan yang seperti pijitan lembut menimbulkan rasa nikmat di batang Mr. P. Aku semakin mempercepat gerakan naik turun, lalu..
"Ahhrhh.." aku melenguh panjang menyemprotkan cairan hangat.
Kami berciuman mesra dengan Mr. P ku masih di dalam Miss V nya.
"Gila Fir, kok masih tegang" Vita kaget karena tahu kalau Mr. P ku masih tetap tegang.
Kami berdua tertawa lepas ketika terdengar suara nenekku memanggil.
"Fir, sudah hampir malam. Apa nak Vita nggak dicari ibunya?".
"Iya Nek, sebentar. Kami masih nonton film." sahutku sambil tersenyum ke arah Vita.
Vita membalas senyumku.
"Oh indahnya." dalam hati aku bersorak.
Setelah merapikan baju dan rambutnya, aku mengantar Vita pulang ke rumahnya. Semenjak itu kami jadian.

Aku dan Juraga
Pertama aku kerja dan berangkat ke kota Jember tepatnya di perumahan daerah kampus. Aku terkagum-kagum dengan rumah juragan baruku ini, disamping rumahnya besar halamannya juga luas. Juraganku sebut saja namanya Pak Beni, Ia Jajaran direksi Bank ternama di kota Jember, Ia mempunya dua Anak Perempuan yang satu baru saja berkeluarga dan yang bungsu kelas 3 SMA namanya Kristin, usianya kira-kira 18 tahun. Sedangkan istrinya membuka usaha sebuah toko busana yang juga terbilang sukses di kota tersebut, dan masih ada satu pembantu perempuan Pak Beni namanya Bik Miatun usianya kira-kira 27 tahun.

Teman Kristin banyak sekali setiap malam minggu selalu datang kerumah kadang pulang sampai larut malam, hingga aku tak bisa tidur sebab harus nunggu teman Non Kristin pulang untuk mengunci gerbang, kadang juga bergadang sampai pukul 04.00. Mungkin kacapekan atau memang ngantuk usai bergadang malam minggu, yang jelas pagi itu kamar Non Kristin masih terkunci dari dalam. Aku nggak peduli sebab bagiku bukan tugasku untuk membuka kamar Non Kristin, aku hanya ditugasi jaga rumah ketika Pak Beni dan Istrinya Pergi kerja dan merawat tamannya saja.

Pagi itu Pak Beni dan Istrinya pamitan mau keluar kota, katanya baru pulang minggu malam sehingga dirumah itu tinggal aku, Bik Miatun dan Non Kristin. Jam sudah menunjukkan pukul 08.00 tapi Non Kristin masih belum bangun juga dan Bik Miatun sudah selesai memasak.
"Jono, aku mau belanja tolong pintu gerbang dikunci."
"Iya Bik!" jawabku sambil menyiram tanaman didepan rumah. Setelah Bik Miatun pergi aku mengunci pintu gerbang.

Setelah selesai menyiram taman yang memang cukup luas aku bermaksud mematikan kran yang ada di belakang. Sesampai didepan kamar mandi aku mendengar ada suara air berkecipung kulihat kamar Non Kristin sedikit terbuka berarti yang mandi Non Kristin. Tiba-tiba timbul niat untuk mengintip. Aku mencoba mengintip dari lubang kunci, ternyata tubuh Non Kristin mulus dan susunya sangat kenyal, kuamati terus saat Non Kristin menyiramkan air ke tubuhnya, dengan perasaan berdegap aku masih belum beranjak dari tempatku semula. Baru pertama ini aku melihat tubuh perempuan tanpa tertutup sehelai benang. Sambil terus mengintip, tanganku juga memegangi penisku yang memang sudah tegang, kulihat Non Kristin membasuh sabun keseluruh badannya aku nggak melewatkan begitu saja sambil tanganku terus memegangi penis. Aku cepat-cepat pergi, sebab Non Kristin sudah selesai mandinya namun karena gugup aku langsung masuk ke kamar WC yang memang berada berdampingan dengan kamar mandi, disitu aku sembunyi sambil terus memegangi penisku yang dari tadi masih tegang.
Cukup lama aku di dalam kamar WC sambil terus membayangkan yang baru saja kulihat, sambil terus merasakan nikmat aku tidak tahu kalau Bik Miatun berada didepanku. Aku baru sadar saat Bik Miatun menegurku,
"Ayo.. ngapain kamu."
Aku terkejut cepat-cepat kututup resleting celanaku, betapa malunya aku.
"Ng.. nggak Bik.." kataku sambil cepat-cepat keluat dari kamar WC. Sialan aku lupa ngunci pintunnya, gerutuku sambil cepat-cepat pergi.

Esoknya usai aku menyiram taman, aku bermaksud ke belakang untuk mematikan kran, tapi karena ada Bik Miatun mencuci kuurungkan niat itu.
"Kenapa kok kembali?" tanya Bik Miatun.
"Ah.. enggak Bik.." jawabku sambil terus ngeloyor pergi.
"Lho kok nggak kenapa? Sini saja nemani Bibik mencuci, lagian kerjaanmu kan sudah selesai, bantu saya menyiramkan air ke baju yang akan dibilas," pinta Bik Miatun.
Akhirnya akupun menuruti permintaan Bik Miatun. Entah sengaja memancing atau memang kebiasaan Bik Miatun setiap mencuci baju selalu menaikkan jaritnya diatas lutut, melihat pemandangan seperti itu, jantungku berdegap begitu cepat
"Begitu putihnya paha Bik Miatun ini" pikirku, lalu bayanganku mulai nakal dan berimajinasi untuk bisa mengelus-ngelus paha putih Bik Miatun.
"Heh! kenapa melihat begitu!" pertanyaan Bik Miatun membuyarkan lamunanku
"Eh.. ngg.. nggak Bik" jawabku dengan gugup.
"Sebentar Bik, aku mau buang air besar" kataku, lalu aku segera masuk kedalam WC, tapi kali ini aku tak lupa untuk mengunci pintunya.

Didalam WC aku hanya bisa membayangkan paha mulus Bik Miatun sambil memegangi penisku yang memang sudah menegang cuma waktu itu aku nggak merasakan apa-apa, cuma penis ini tegang saja. Akhirnya aku keluar dan kulihat Bik Miatun masih asik dengan cucianya.
"Ngapain kamu tadi didalam Jon?" tanya Bik Miatun.
"Ah.. nggak Bik cuma buang air besar saja kok," jawabku sambil menyiramkan air pada cuciannya Bik Miatun.
"Ah yang bener? Aku tahu kok, aku tadi sempat menguntit kamu, aku penasaran jangan-jangan kamu melakukan seperti kemarin ee..nggak taunya benar," kata Bik Miatun
"Hah..? jadi Bibik mengintip aku?" tanyaku sambil menunduk malu.

Tanpa banyak bicara aku langsung pergi.
"Lho.. kok pergi?, sini Jon belum selesai nyucinya, tenang saja Jon aku nggak akan cerita kepada siapa-siapa, kamu nggak usah malu sama Bibik " panggil Bik Biatun.
Kuurungkan niatku untuk pergi.
"Ngomong-ngomong gimana rasanya saat kamu melakukan seperti tadi Jon?" tanya Bik Miatun.
"Ah nggak Bik,"jawabku sambil malu-malu.
"Nggak gimana?" tanya Bik Miatun seolah-olah mau menyelidiki aku.
"Nggak usah diteruskan Bik aku malu."
"Malu sama siapa? Lha wong disini cuma kamu sama aku kok, Non Kristin juga sekolah, Pak Beny kerja?" kata Bik Miatun.
"Iya malu sama Bibik, sebab Bibik sudah tahu milikku," jawabku.
"Oalaah gitu aja kok malu, sebelum tahu milikmu aku sudah pernah tahu sebelumnya milik mantan suamiku dulu, enak ya?"
"Apanya Bik?" tanyaku
"Iya rasanya to..?" gurau Bik Miatun tanpa memperdulikan aku yang bingung dan malu padanya.
"Sini kamu.." kata Bik Miatun sambil menyuruhku untuk mendekat, tiba-tiba tangan tangan Bik Miatun memegang penisku.
"Jangan Bik..!!" sergahku sambil berusaha meronta, namun karena pegangannya kuat rasanya sakit kalau terus kupaksakan untuk meronta.

Akhirnya aku hanya diam saja ketika Bik Miatun memegangi penisku yang masih didalam celana pendekku. Pelan tapi pasti aku mulai menikmati pegangan tangan Bik Miatun pada penisku. Aku hanya bisa diam sambil terus melek merem merasakan nikmatnya pegangan tangan Bik Miatun. lalu Bik Miatun mulai melepas kancing celanaku dan melorotkanya kebawah. Penisku sudah mulai tegang dan tanpa rasa jijik Bik Miatun Jongkok dihadapanku dan menjilati penisku.
"Ach.. Bik.. geli," kataku sambil memegangi rambut Bik Miatun.

Bik Miatun nggak peduli dia terus saja mengulum penisku, Bik Miatun berdiri lalu membuka kancing bajunya sendiri tapi tidak semuanya, kulihat pemandangan yang menyembul didepanku yang masih terbungkus kain kutang dengan ragu-ragu kupegangi. Tanpa merasa malu, Bik Miatun membuka tali kutangnya dan membiarkan aku terus memegangi susu Bik Miatun, dia mendesah sambil tangannya terus memegangi penisku. Tanpa malu-malu kuemut pentil Bik Miatun.
"Ach.. Jon.. terus Jon.."
Aku masih terus melakukan perintah Bik Miatun, setelah itu Bik Miatun kembali memasukkan penisku kedalam mulutnya. aku hanya bisa mendesah sambil memegangi rambut Bik Miatun.
"Bik aku seperti mau pipis," lalu Bik Miatun segera melepaskan kulumannya dan menyingkapkan jaritnya yang basah, kulihat Bik Miatun nggak memakai celana dalam.
"Sini Jon..," Bik Miatun mengambil posis duduk, lalu aku mendekat.
"Sini.. masukkan penismu kesini." sambil tangannya menunjuk bagian selakangannya.

Dibimbingnya penisku untuk masuk ke dalam vagina Bik Miatun.
"Terus Jon tarik, dan masukkan lagi ya.."
"Iya Bik" kuturuti permintaan Bik Miatun, lalu aku merasakan seperti pipis, tapi rasanya nikmat sekali.
Setelah itu aku menyandarkan tubuhku pada tembok.
"Jon.. gimana, tahu kan rasanya sekarang?" tanya Bik Miatun sambil membetulkan tali kancingnya.
"Iya Bik.."jawabku.

Esoknya setiap isi rumah menjalankan aktivitasnya, aku selalu melakukan adegan ini dengan Bik Miatun. Saat itu hari Sabtu, kami nggak nyangka kalau Non Kristin pulang pagi. Saat kami tengah asyik melakukan kuda-kudaan dengan Bik Miatun, Non Kristin memergoki kami.
" Hah? Apa yang kalian lakukan! Kurang ajar! Awas nanti tak laporkan pada papa dan mama, kalian!"
Melihat Non Kristin kami gugup bingung, "Jangan Non.. ampuni kami Non," rengek Bik Miatun.
"Jangan laporkan kami pada tuan, Non."
Akupun juga takut kalau sampai dipecat, akhirnya kami menangis di depan Non Kristin, mungkin Non Kristin iba juga melihat rengekan kami berdua.
"Iya sudah jangan diulangi lagi Bik!!" bentak Non Kristin.
"Iy.. iya Non," jawab kami berdua.

Esoknya seperti biasa Non Kristin selalu bangun siang kalau hari minggu, saat itu Bik Miatun juga sedang belanja sedang Pak Beny dan Istrinya ke Gereja, saat aku meyirami taman, dari belakang kudengar Non Kristin memanggilku,
"Joon!! Cepat sini!!" teriaknya.
"Iya Non," akupun bergegas kebelakang tapi aku tidak menemukan Non Kristin.
"Non.. Non Kristin," panggilku sambil mencari Non Kristin.
"Tolong ambilkan handuk dikamarku! Aku tadi lupa nggak membawa," teriak Non Kristin yang ternyata berada di dalam kamar mandi.
"Iya Non."
Akupun pergi mengambilkan handuk dikamarnya, setelah kuambilkan handuknya "Ini Non handuknya," kataku sambil menunggu diluar.
"Mana cepat.."
"Iya Non, tapi.."
"Tapi apa!! Pintunya dikunci.."

Aku bingung gimana cara memberikan handuk ini pada Non Kristin yang ada didalam? Belum sempat aku berpikir, tiba-tiba kamar mandi terbuka. Aku terkejut hampir tidak percaya Non Kristin telanjang bulat didepanku.
"Mana handuknya," pinta Non Kristin.
"I.. ini Non," kuberikan handuk itu pada Non Kristin.
"Kamu sudah mandi?" tanya Non Kristin sambil mengambil handuk yang kuberikan.
"Be..belum Non."
"Kalau belum, ya.. sini sekalian mandi bareng sama aku," kata Non Kristin.

Belum sempat aku terkejut akan ucapan Non Kristin, tiba-tiba aku sudah berada dalam satu kamar mandi dengan Non Kristin, aku hanya bengong ketika Non Kristin melucuti kancing bajuku dan membuka celanaku, aku baru sadar ketika Non Kristin memegang milikku yang berharga.
"Non..," sergahku.
"Sudah ikuti saja perintahku, kalau tidak mau kulaporkan perbuatanmu dengan Bik Miatun pada papa," ancamnya.

Aku nggak bisa berbuat banyak, sebagai lelaki normal tentu perbuatan Non Kristin mengundang birahiku, sambil tangan Non Kristin bergerilya di bawah perut, bibirnya mencium bibirku, akupun membalasnya dengan ciuman yang lembut. Lalu kuciumi buah dada Non Kristin yang singsat dan padat. Non Kristin mendesah, "Augh.."
Kuciumi, lalu aku tertuju pada selakangan Non Kristin, kulihat bukit kecil diantara paha Non Kristin yang ditumbuhi bulu-bulu halus, belum begitu lebat aku coba untuk memegangnya. Non Kristin diam saja, lalu aku arahkan bibirku diantara selakangan Non Kristin.
"Sebentar Jon..," kata Non Kristin, lalu Non Kristin mengambil posisi duduk dilantai kamar mandi yang memang cukup luas dengan kaki dilebarkan, ternyata Non Kristin memberi kelaluasaan padaku untuk terus menciumi vaginanya.

Melihat kesempatan itu tak kusia-siakan, aku langsung melumat vaginanya kumainkan lidahku didalm vaginanya.
"Augh.. Jon.. Jon," erangan Non Kristin, aku merasakan ada cairan yang mengalir dari dalam vagina Non Kristin. Melihat erangan Non Kristin kulepaskan ciuman bibirku pada vagina Non Kristin, seperti yang diajarkan Bik Miatun kumasukkan jemari tanganku pada vagina Non Kristin. Non Kristin semakin mendesah, "Ugh Jon.. terus Jon..," desah Non kristin. Lalu kuarahkan penisku pada vagina Non Kristin.
Bless.. bless.. Batangku dengan mudah masuk kedalam vagina Non Kristin, ternyata Non Kristin sudah nggak perawan, kata Bik Miatun seorang dikatakan perawan kalau pertama kali melakukan hubungan intim dengan lelaki dari vaginanya mengeluarkan darah, sedang saat kumasukkan penisku ke dalam vagina Non Kristin tidak kutemukan darah.

Kutarik, kumasukkan lagi penisku seperti yang pernah kulakukan pada Bik Miatun sebelumnya. "Non.. aku.. mau keluar Non."
"Keluarkan saja didalam Jon.."
"Aggh.. Non."
"Jon.. terus Jon.."
Saat aku sudah mulai mau keluar, kubenamkan seluruh batang penisku kedalam vagina Non Kristin, lalu gerkkanku semakin cepat dan cepat.
"Ough.. terus.. Jon.."
Kulihat Non Kristin menikmati gerakanku sambil memegangi rambutku, tiba-tiba kurasakan ada cairan hangat menyemprot ke penisku saat itu juga aku juga merasakan ada yang keluar dari penisku nikmat rasanya. Kami berdua masih terus berangkulan keringat tubuh kami bersatu, lalu Non Kristin menciumku.
"Terima kasih Jon kamu hebat," bisik Non Kristin.
"Tapi aku takut Non," kataku.
"Apa yang kamu takutkan, aku puas, kamu jangan takut, aku nggak akan bilang sama papa" kata Non Kristin. Lalu kami mandi bersama-sama dengan tawa dan gurauan kepuasan.

Sejak saat itu setiap hari aku harus melayani dua wanita, kalau di rumah hanya ada aku dan Bik Miatun, maka aku melakukannya dengan Bik Miatun. Sedang setiap Minggu aku harus melayani Non Kristin, bahkan kalau malam hari semua sudah tidur, tak jarang Non Kristin mencariku di luar rumah tempat aku jaga dan di situ kami melakukannya.

Seperti halnya sore itu, Ketika aku baru pulang kuliah, kulihat kamar Evi terbuka tetapi tidak ada orang didalamnya. Karena situasi kost yang sepi akupun masuk ke kamarnya dan mendengar ada yang sedang mandi dan akupun menutup pintu kamar Evi. Sudah seminggu lebih aku menginap di Denpasar karena sedang ujian akhir.

Setelah pintu kututup, kupanggil Evi yang ada dikamar mandi.

"Vi, lagi mandi yah? tanyaku basa-basi.

Tidak ada jawaban dari dalam kamar mandi. Akupun melanjutkan.

"Kamu marah yah Vi?, Maaf yah aku gak kasih tahu kamu kalo aku mau nginep di Denpasar. Hari ini aku mau buat kamu puas Vi. Aku akan cium kamu, bikin kamu puas hari ini. Aku akan.
"Mandi kucing kan kamu Vi mulai dari ujung rambut hingga ujung kaki." Rayuku.

Masih tidak ada jawaban dari dalam kamar mandi.

"Vi, ingat film yang dulu kita tonton kan. Aku akan bikin kamu puas beberapa kali hari ini sebelum kau rasakan penisku ini Vi. Aku akan cium vaginamu sampai kau menggelinjang puas dan memohon agar aku memasukkan penisku".

Terdengar suara batuk kecil dari dalam kamar mandi.

"Vi, kututup pintu dan gordennya yah Vi". Akupun berbalik dan menutup gorden jendela yang memang masih terbuka.

Ketika gorden kututup, kudengar pintu kamar mandi terbuka. Akupun tersenyum dan bersorak dalam hati. Setelah aku menutup gorden akupun berbalik. Dan ternyata, yang ada dalam kamar mandi itu adalah Silvi, kakak Evi, yang baru saja selesai mandi keluar dengan menggunakan bathrope berwarna pink dan duduk diatas tempat tidur dengan kaki bersilang dan terlihat dari belahan bathropenya.

Kaki yang putih terawat, betisnya yang indah terlihat terus hingga ke pahanya yang putih, kencang dan seksi sangat menantang sekali untuk dielus. Belum lagi silangan bathrope di dadanya agak kebawah sehingga terlihat dada putih dan belahan payudaranya. Kukira ukuran Branya sedikit lebih besar dari Evi, karena aku belum pernah menyentuhnya.

"Evi sedang ke Yogya, dia sedang Praktek kerja selama 2 bulan" Kata Silvi sambil memainkan tali bathrope-nya.
"Jadi selama ini kamu suka make love ya sama Evi, padahal aku percaya kamu tidak akan begitu sama adikku"
"Maaf Mbak, aku gak tahu kalo yang didalam itu Mbak Silvi" Kataku sambil mataku memandang wajah Silvi.

Rambutnya yang hitam sepundak tergerai basah. Dada yang putih dengan belahan yang terlihat cukup dalam. Paha yang putih mulus dan kencang hingga betis yang terawat rapih. Kalau menurutku Silvi boleh mendapat angka 8 hingga 8,5.

"Lalu kalo bukan Mbak kenapa?, Kamu enggak mau mencium Mbak, buat Mbak puas, memandikucingkan Mbak seperti yang kamu bilang tadi?" Tanya Silvi memancingku.
"Aku sih mau aja Mbak kalo Mbak kasih" Jawabku langsung tanpa pikir lagi sambil melangkah ke tempat tidur. Sebab sebagai laki-laki normal aku sudah tidak kuat menahan nafsuku melihat sesosok wanita cantik yang hampir pasti telanjang karena baru selesai mandi. Belum lagi pemandangan dada dan putih mulus yang sangat menggoda.
"Kamu sudah lama make love dengan Evi, Ren?" Tanya Silvi ketika aku duduk di sebelah kirinya. Aku tidak langsung menjawab, setelah duduk di sebelahnya aku mencium wangi harum tubuhnya.
"Tubuh Mbak harum sekali", kataku sambil mencium lehernya yang putih dan jenjang.

Silvi menggeliat dan mendesah ketika lehernya kucium, mulutku pun naik dan mencium bibirnya yang mungil dan merah merekah. Silvi pun membalas ciumanku dengan hangatnya. Perlahan kumasukkan lidahku ke dalam rongga mulutnya dan lidah kami pun saling bersentuhan, hal itu membuat Silvi semakin hangat.

Perlajan tangan kiriku menyelusup ke dalam bath robenya dan meraba payudaranya yang kenyal. Sambil terus berciuman kuusap dan kupijat lembut kedua payudaranya bergantian. Payudaranya pun makin mengeras dan putingnyapun mulai naik. Sesekali kumainkan putingnya dengan tanganku sambil terus melumat bibirnya.

Aku pun mengubah posisiku, kurebahkan tubuh Silvi di tempat tidur sambil terus melumat bibirnya dan meraba payudaranya. Setelah tubuh Silvi rebah, perlahan mulutku pun turun ke lehernya dan tanganku pun menarik tali pengikat bathrope-nya. Setelah talinya terlepas kubuka bathropenya. Aku berhenti mencium lehernya sebentar untuk melihat tubuh wanita yang akan kutiduri sebentar lagi, karena aku belum pernah tubuh Silvi tanpa seutas benang sedikitpun. Sungguh pemandangan yang indah dan tanpa cela sedikit pun.

Payudaranya yang putih dan tegak menantang berukuran 36 C dengan puting yang sudah naik sangat menggairahkan. Pinggang yang langsing karena perutnya yang kecil. Bulu halus yang tumbuh di sekitar selangkangannya tampak rapi, mungkin Silvi baru saja mencukur rambut kemaluannya. Sungguh pemandangan yang sangat indah.

"Hh" Desah Silvi membuyarkan lamunanku, Aku pun langsung melanjutkan kegiatanku yang tadi terhenti karena mengagumi keindahan tubuhnya.

Kembali kulumat bibir Silvi sambil tanganku mengelus payudaranya dan perlahan-lahan turun ke perutnya. Ciumanku pun turun ke lehernya. Desahan Silvi pun makin terdengar. Perlahan mulutku pun turun ke payudaranya dan menciumi payudaranya dengan leluasanya. Payudaranya yang kenyal pun mengeras ketika aku mencium sekeliling payudaranya.

Tanganku yang sedang mengelus perutnya pun turun ke pahanya. Sengaja aku membelai sekeliling vaginanya dahulu untuk memancing reaksi Silvi. Ketika tanganku mengelus paha bagian dalamnya, kaki Silvi pun merapat. Terus kuelus paha Silvi hingga akhirnya perlahan tanganku pun ditarik oleh Silvi dan diarahkan ke vaginanya.

"Elus dong Ren, Biar Mbak ngerasa enak Ren" Ucapnya sambil mendesah.

Bibir vagina Silvi sudah basah ketika kesentuh. Kugesekan jariku sepanjang bibir kemaluan Silvi, dan Silvi pun mendesah. Tangannya meremas kepalaku yang masih berada di payudaranya.

"Ahh, terus Ren", Pinggulnya makin bergyang hebat sejalan dengan rabaan tanganku yang makin cepat. Jari-jariku kumasukkan kedalam lubang vaginanya yang semakn basah.
"Ohh Ren enak sekali Ren", desah Silvi makin hebat dan goyangan pinggulnya makin cepat.

Jariku pun semakin leluasa bermain dalam lorong sempit vagina Silvi. Kucoba masukan kedua jariku dan desahan serta goyangan Silvi makin hebat membuatku semakin terangsang.

"Ahh Ren", Silvi pun merapatkan kedua kakinya sehingga tanganku terjepit di dalam lipatan pahanya dan jariku masih terus mengobok-obok vaginanya Silvi yang sempit dan basah.

Remasan tangan Silvi di kepalaku semakin kencang, Silvi seperti sedang menikmati puncak kenikmatannya. Setelah berlangsung cukup lama Silvi pun melenguh panjang jepitan tangan dan kakinya pun mengendur.

Kesempatan ini langsung kupergunakan secepat mungkin untuk melepas kaos dan celana jeansku. Penisku sudah tegang sekali dan terasa tidak nyaman karena masih tertekan oleh celana jeansku. Setelah aku tinggal mengunakan CD saja kuubah posisi tidur Silvi. Semula seluruh badan Silvi ada di atas tempat tidur, Sekarang kubuat hanya pinggul ke atas saja yang ada di atas tempat tidur, sedangkan kakinya menjuntai ke bawah.

Dengan posisi ini aku bisa melihat vagina Silvi yang merah dan indah. Kuusap sesekali vaginannya, masih terasa basah. Akupun mulai menciumi vaginanya. Terasa lengket tapi harum sekali. Kukira Silvi selalu menjaga bagian kewanitaannya ini dengan teratur sekali.

"Ahh Ren, enak Ren", racau Silvi. Pinggulnya bergoyang seiring jilatan lidahku di sepanjang vaginanya. Vagina merahnya semakin basah oleh lendir vaginanya yang harum dan jilatanku. Desahan Silvi pun makin hebat ketika kumasukkan lidahku kedalam bibit lubang vaginanya. Evi pun menggelinjang hebat.

"Terus Ren", desahnya. Tanganku yang sedang meremas pantatnya yang padat ditariknya ke payudara. Tnagnku pun bergerak meremas-remas payudaranya yang kenyal. Sementara lidahku terus menerus menjilati vaginanya. Kakinya menjepit kepalaku dan pinggulnya oun bergerak tidak beraturan. Sepuluh menit hal ini berlangsung dan Silvi pun menalami orgasme yang kedua.

"Ahh Ren, aku keluar Ren", aku pun merasakan cairan hangat yang keluar dari vaginanya. Cairan itu pun kujilat dan kuhabiskan dan kusimpan dalam mulutku dan secepatnya kucium bibir Silvi yang sedang terbuka agar dia merasakan cairannya sendiri.

Lama kami berciuman, dan perlahan posisi penisku sudah berada tepat didepan vaginanya. Sambil terus menciumnya kugesekkan ujung penisku yang mencuat keluar CD ku ke bibir vaginanya. Tangan Silvi yang semula berada disamping bergerak ke arah penisku dan menariknya. Tangannya mengocok penisku perlahan-lahan.

"Besar juga punya kamu Ren, panjang lagi" Ucap Silvi di sela-sela ciuman kami.

Sambil masih berciuman aku melepaskan CDku sehingga tangan Silvi bisa leluasa mengocok penisku. Setelah lima menit akupun menepis tangan Silvi dan menggesekkan penisku dengan bibir vaginanya. Posisi ini lebih enak dibandingkan dikocok.

Perlahan aku mulai mengarahkan penisku kedalam vaginanya. Ketika penisku mulai masuk, badan Silvi pun sedikit terangkat. Terasa basah sekali tetapi nikmat. Lobang vaginanya lebih sempit dibandingkan Evi, atau mungkin karena lubang vaginanya belum terbiasa dengan penisku.

"Ahh Rensha.. Begitu sayang, enak sekali sayang" Racaunya ketika penisku bergerak maju mundur. Pinggul Silvi pun semakin liar bergoyang mengimbangi gerakanku. Akupun terus menciumi bagian belakang lehernya.

"Ahh.." desahnya semakin menjadi. Akupun semakin bernafsu untuk terus memompanya. Semakin cepat gerakanku semakin cepat pula goyangan pinggul Silvi. Kaki Silvi yang menjuntai ke bawah pun bergerak melingkari pinggangku. Akupun mengubah posisiku sehingga seluruh badan kami ada di atas tempat tidur.

Setelah seluruh badan ada diatas tempat tidur, akupun menjatuhkan dadaku diatas payudara besar dan kenyalnya. Tanganku pun bergerak ke belakang pinggulnya dan meremas pantatnya yang padat.

Goyangan Silvi pun semakin menjadi-jadi oleh remasan tanganku di pantatnya. Sedangkan pinggulku pun terus menerus bergerak maju mundur dengan cepat dan goyangan pinggul Silvi yang semakin liar.

"Ren.. Kamu hebat Ren.. Terus Ren.. Penis kamu besar keras dan panjang Ren.. Terus Ren.. Goyang lebih cepat lagi Ren.." begitu racau Silvi di sela kenikmatannya.

Aku pun semakin cepat menggerakkan pinggulku. Vagina Slvi memang lebih enak dari Evi adiknya. Lebih sempit sehingga penisku sangat menikmati berada di dalam vaginanya. Goyangan Silvi yang makin liar, desahan yang tidak beraturan membuatku semakin bernafsu dan mempercepat gerakanku.

"Mbak aku mau keluar Mbak" Kataku.
"Di dalam aja Ren biar enak" desah Silvi sambil tangannya memegang pantatku seolah dia tidak mau penisku keluar dari vaginanya sedikitpun.
"Ahh" Desahku saat aku memuntahkan semua cairanku kedalam lubang rahimnya.

Tangan Silvi menekan pantatku sambil pinggulnya mendorong keatas, seolah dia masih ingin melanjutkan lagi, matanya pun terpejam. Aku pun mencium bibir Silvi. Dengan posisi badanku masih diatasnya dan penisku masih dalam vaginanya. Mata Silvi terbuka, dia membalas ciuman bibirku hingga cukup lama. Badannya basah oleh keringatnya dan juga keringatku.

"Kamu hebat Ren, aku belum pernah sepuas ini sebelumnya" Kata Silvi.
"Mbak juga hebat, vagina Mbak sempit, legit dan harum lagi." Ucapku.
"Memang vagina Evi enggak" senyumnya sambil menggoyangkan pinggulnya.
"Sedikit lebih sempit Mbak punya dibanding Evi" jawabku sambil menggerakkan penisku yang masih menancap di dalamnya. Tampaknya Silvi masih ingin melanjutkan lagi pikirku.
"Penis kamu masih keras Ren?" tanya Silvi sambil memutar pinggulnya.
"Masih, Mbak masih mau lagi?" tanyaku
"Mau tapi Mbak diatas ya" Kata Silvi.
"Cabut dulu Ren"

Setelah dicabut, mulut Silvi pun bergerak dan mencium penisku, Silvi mengulum penisku terlebih dahulu sambil memberikan vaginanya padaku. Kembali terjadi pemanasan dengan posisi 69. Desahan-desahan Silvi, vagina Silvi yang harum membuatku melupakan Evi sementara waktu.

Hari itu sejak pukul lima sore hingga esok paginya aku bercinta dengan Silvi, entah berapa kali kami orgasme. Dan itu pun berlangsung hampir setiap malam selama Evi belum kembali dari Praktek Kerjanya di yogya selama 2 bulan lebih. Kupikir mumpung Evi tidak ada kucumbu saja kakaknya dulu.

Seperti halnya sore itu, Ketika aku baru pulang kuliah, kulihat kamar Evi terbuka tetapi tidak ada orang didalamnya. Karena situasi kost yang sepi akupun masuk ke kamarnya dan mendengar ada yang sedang mandi dan akupun menutup pintu kamar Evi. Sudah seminggu lebih aku menginap di Denpasar karena sedang ujian akhir.

Setelah pintu kututup, kupanggil Evi yang ada dikamar mandi.

"Vi, lagi mandi yah? tanyaku basa-basi.

Tidak ada jawaban dari dalam kamar mandi. Akupun melanjutkan.

"Kamu marah yah Vi?, Maaf yah aku gak kasih tahu kamu kalo aku mau nginep di Denpasar. Hari ini aku mau buat kamu puas Vi. Aku akan cium kamu, bikin kamu puas hari ini. Aku akan.
"Mandi kucing kan kamu Vi mulai dari ujung rambut hingga ujung kaki." Rayuku.

Masih tidak ada jawaban dari dalam kamar mandi.

"Vi, ingat film yang dulu kita tonton kan. Aku akan bikin kamu puas beberapa kali hari ini sebelum kau rasakan penisku ini Vi. Aku akan cium vaginamu sampai kau menggelinjang puas dan memohon agar aku memasukkan penisku".

Terdengar suara batuk kecil dari dalam kamar mandi.

"Vi, kututup pintu dan gordennya yah Vi". Akupun berbalik dan menutup gorden jendela yang memang masih terbuka.

Ketika gorden kututup, kudengar pintu kamar mandi terbuka. Akupun tersenyum dan bersorak dalam hati. Setelah aku menutup gorden akupun berbalik. Dan ternyata, yang ada dalam kamar mandi itu adalah Silvi, kakak Evi, yang baru saja selesai mandi keluar dengan menggunakan bathrope berwarna pink dan duduk diatas tempat tidur dengan kaki bersilang dan terlihat dari belahan bathropenya.

Kaki yang putih terawat, betisnya yang indah terlihat terus hingga ke pahanya yang putih, kencang dan seksi sangat menantang sekali untuk dielus. Belum lagi silangan bathrope di dadanya agak kebawah sehingga terlihat dada putih dan belahan payudaranya. Kukira ukuran Branya sedikit lebih besar dari Evi, karena aku belum pernah menyentuhnya.

"Evi sedang ke Yogya, dia sedang Praktek kerja selama 2 bulan" Kata Silvi sambil memainkan tali bathrope-nya.
"Jadi selama ini kamu suka make love ya sama Evi, padahal aku percaya kamu tidak akan begitu sama adikku"
"Maaf Mbak, aku gak tahu kalo yang didalam itu Mbak Silvi" Kataku sambil mataku memandang wajah Silvi.

Rambutnya yang hitam sepundak tergerai basah. Dada yang putih dengan belahan yang terlihat cukup dalam. Paha yang putih mulus dan kencang hingga betis yang terawat rapih. Kalau menurutku Silvi boleh mendapat angka 8 hingga 8,5.

"Lalu kalo bukan Mbak kenapa?, Kamu enggak mau mencium Mbak, buat Mbak puas, memandikucingkan Mbak seperti yang kamu bilang tadi?" Tanya Silvi memancingku.
"Aku sih mau aja Mbak kalo Mbak kasih" Jawabku langsung tanpa pikir lagi sambil melangkah ke tempat tidur. Sebab sebagai laki-laki normal aku sudah tidak kuat menahan nafsuku melihat sesosok wanita cantik yang hampir pasti telanjang karena baru selesai mandi. Belum lagi pemandangan dada dan putih mulus yang sangat menggoda.
"Kamu sudah lama make love dengan Evi, Ren?" Tanya Silvi ketika aku duduk di sebelah kirinya. Aku tidak langsung menjawab, setelah duduk di sebelahnya aku mencium wangi harum tubuhnya.
"Tubuh Mbak harum sekali", kataku sambil mencium lehernya yang putih dan jenjang.

Silvi menggeliat dan mendesah ketika lehernya kucium, mulutku pun naik dan mencium bibirnya yang mungil dan merah merekah. Silvi pun membalas ciumanku dengan hangatnya. Perlahan kumasukkan lidahku ke dalam rongga mulutnya dan lidah kami pun saling bersentuhan, hal itu membuat Silvi semakin hangat.

Perlajan tangan kiriku menyelusup ke dalam bath robenya dan meraba payudaranya yang kenyal. Sambil terus berciuman kuusap dan kupijat lembut kedua payudaranya bergantian. Payudaranya pun makin mengeras dan putingnyapun mulai naik. Sesekali kumainkan putingnya dengan tanganku sambil terus melumat bibirnya.

Aku pun mengubah posisiku, kurebahkan tubuh Silvi di tempat tidur sambil terus melumat bibirnya dan meraba payudaranya. Setelah tubuh Silvi rebah, perlahan mulutku pun turun ke lehernya dan tanganku pun menarik tali pengikat bathrope-nya. Setelah talinya terlepas kubuka bathropenya. Aku berhenti mencium lehernya sebentar untuk melihat tubuh wanita yang akan kutiduri sebentar lagi, karena aku belum pernah tubuh Silvi tanpa seutas benang sedikitpun. Sungguh pemandangan yang indah dan tanpa cela sedikit pun.

Payudaranya yang putih dan tegak menantang berukuran 36 C dengan puting yang sudah naik sangat menggairahkan. Pinggang yang langsing karena perutnya yang kecil. Bulu halus yang tumbuh di sekitar selangkangannya tampak rapi, mungkin Silvi baru saja mencukur rambut kemaluannya. Sungguh pemandangan yang sangat indah.

"Hh" Desah Silvi membuyarkan lamunanku, Aku pun langsung melanjutkan kegiatanku yang tadi terhenti karena mengagumi keindahan tubuhnya.

Kembali kulumat bibir Silvi sambil tanganku mengelus payudaranya dan perlahan-lahan turun ke perutnya. Ciumanku pun turun ke lehernya. Desahan Silvi pun makin terdengar. Perlahan mulutku pun turun ke payudaranya dan menciumi payudaranya dengan leluasanya. Payudaranya yang kenyal pun mengeras ketika aku mencium sekeliling payudaranya.

Tanganku yang sedang mengelus perutnya pun turun ke pahanya. Sengaja aku membelai sekeliling vaginanya dahulu untuk memancing reaksi Silvi. Ketika tanganku mengelus paha bagian dalamnya, kaki Silvi pun merapat. Terus kuelus paha Silvi hingga akhirnya perlahan tanganku pun ditarik oleh Silvi dan diarahkan ke vaginanya.

"Elus dong Ren, Biar Mbak ngerasa enak Ren" Ucapnya sambil mendesah.

Bibir vagina Silvi sudah basah ketika kesentuh. Kugesekan jariku sepanjang bibir kemaluan Silvi, dan Silvi pun mendesah. Tangannya meremas kepalaku yang masih berada di payudaranya.

"Ahh, terus Ren", Pinggulnya makin bergyang hebat sejalan dengan rabaan tanganku yang makin cepat. Jari-jariku kumasukkan kedalam lubang vaginanya yang semakn basah.
"Ohh Ren enak sekali Ren", desah Silvi makin hebat dan goyangan pinggulnya makin cepat.

Jariku pun semakin leluasa bermain dalam lorong sempit vagina Silvi. Kucoba masukan kedua jariku dan desahan serta goyangan Silvi makin hebat membuatku semakin terangsang.

"Ahh Ren", Silvi pun merapatkan kedua kakinya sehingga tanganku terjepit di dalam lipatan pahanya dan jariku masih terus mengobok-obok vaginanya Silvi yang sempit dan basah.

Remasan tangan Silvi di kepalaku semakin kencang, Silvi seperti sedang menikmati puncak kenikmatannya. Setelah berlangsung cukup lama Silvi pun melenguh panjang jepitan tangan dan kakinya pun mengendur.

Kesempatan ini langsung kupergunakan secepat mungkin untuk melepas kaos dan celana jeansku. Penisku sudah tegang sekali dan terasa tidak nyaman karena masih tertekan oleh celana jeansku. Setelah aku tinggal mengunakan CD saja kuubah posisi tidur Silvi. Semula seluruh badan Silvi ada di atas tempat tidur, Sekarang kubuat hanya pinggul ke atas saja yang ada di atas tempat tidur, sedangkan kakinya menjuntai ke bawah.

Dengan posisi ini aku bisa melihat vagina Silvi yang merah dan indah. Kuusap sesekali vaginannya, masih terasa basah. Akupun mulai menciumi vaginanya. Terasa lengket tapi harum sekali. Kukira Silvi selalu menjaga bagian kewanitaannya ini dengan teratur sekali.

"Ahh Ren, enak Ren", racau Silvi. Pinggulnya bergoyang seiring jilatan lidahku di sepanjang vaginanya. Vagina merahnya semakin basah oleh lendir vaginanya yang harum dan jilatanku. Desahan Silvi pun makin hebat ketika kumasukkan lidahku kedalam bibit lubang vaginanya. Evi pun menggelinjang hebat.

"Terus Ren", desahnya. Tanganku yang sedang meremas pantatnya yang padat ditariknya ke payudara. Tnagnku pun bergerak meremas-remas payudaranya yang kenyal. Sementara lidahku terus menerus menjilati vaginanya. Kakinya menjepit kepalaku dan pinggulnya oun bergerak tidak beraturan. Sepuluh menit hal ini berlangsung dan Silvi pun menalami orgasme yang kedua.

"Ahh Ren, aku keluar Ren", aku pun merasakan cairan hangat yang keluar dari vaginanya. Cairan itu pun kujilat dan kuhabiskan dan kusimpan dalam mulutku dan secepatnya kucium bibir Silvi yang sedang terbuka agar dia merasakan cairannya sendiri.

Lama kami berciuman, dan perlahan posisi penisku sudah berada tepat didepan vaginanya. Sambil terus menciumnya kugesekkan ujung penisku yang mencuat keluar CD ku ke bibir vaginanya. Tangan Silvi yang semula berada disamping bergerak ke arah penisku dan menariknya. Tangannya mengocok penisku perlahan-lahan.

"Besar juga punya kamu Ren, panjang lagi" Ucap Silvi di sela-sela ciuman kami.

Sambil masih berciuman aku melepaskan CDku sehingga tangan Silvi bisa leluasa mengocok penisku. Setelah lima menit akupun menepis tangan Silvi dan menggesekkan penisku dengan bibir vaginanya. Posisi ini lebih enak dibandingkan dikocok.

Perlahan aku mulai mengarahkan penisku kedalam vaginanya. Ketika penisku mulai masuk, badan Silvi pun sedikit terangkat. Terasa basah sekali tetapi nikmat. Lobang vaginanya lebih sempit dibandingkan Evi, atau mungkin karena lubang vaginanya belum terbiasa dengan penisku.

"Ahh Rensha.. Begitu sayang, enak sekali sayang" Racaunya ketika penisku bergerak maju mundur. Pinggul Silvi pun semakin liar bergoyang mengimbangi gerakanku. Akupun terus menciumi bagian belakang lehernya.

"Ahh.." desahnya semakin menjadi. Akupun semakin bernafsu untuk terus memompanya. Semakin cepat gerakanku semakin cepat pula goyangan pinggul Silvi. Kaki Silvi yang menjuntai ke bawah pun bergerak melingkari pinggangku. Akupun mengubah posisiku sehingga seluruh badan kami ada di atas tempat tidur.

Setelah seluruh badan ada diatas tempat tidur, akupun menjatuhkan dadaku diatas payudara besar dan kenyalnya. Tanganku pun bergerak ke belakang pinggulnya dan meremas pantatnya yang padat.

Goyangan Silvi pun semakin menjadi-jadi oleh remasan tanganku di pantatnya. Sedangkan pinggulku pun terus menerus bergerak maju mundur dengan cepat dan goyangan pinggul Silvi yang semakin liar.

"Ren.. Kamu hebat Ren.. Terus Ren.. Penis kamu besar keras dan panjang Ren.. Terus Ren.. Goyang lebih cepat lagi Ren.." begitu racau Silvi di sela kenikmatannya.

Aku pun semakin cepat menggerakkan pinggulku. Vagina Slvi memang lebih enak dari Evi adiknya. Lebih sempit sehingga penisku sangat menikmati berada di dalam vaginanya. Goyangan Silvi yang makin liar, desahan yang tidak beraturan membuatku semakin bernafsu dan mempercepat gerakanku.

"Mbak aku mau keluar Mbak" Kataku.
"Di dalam aja Ren biar enak" desah Silvi sambil tangannya memegang pantatku seolah dia tidak mau penisku keluar dari vaginanya sedikitpun.
"Ahh" Desahku saat aku memuntahkan semua cairanku kedalam lubang rahimnya.

Tangan Silvi menekan pantatku sambil pinggulnya mendorong keatas, seolah dia masih ingin melanjutkan lagi, matanya pun terpejam. Aku pun mencium bibir Silvi. Dengan posisi badanku masih diatasnya dan penisku masih dalam vaginanya. Mata Silvi terbuka, dia membalas ciuman bibirku hingga cukup lama. Badannya basah oleh keringatnya dan juga keringatku.

"Kamu hebat Ren, aku belum pernah sepuas ini sebelumnya" Kata Silvi.
"Mbak juga hebat, vagina Mbak sempit, legit dan harum lagi." Ucapku.
"Memang vagina Evi enggak" senyumnya sambil menggoyangkan pinggulnya.
"Sedikit lebih sempit Mbak punya dibanding Evi" jawabku sambil menggerakkan penisku yang masih menancap di dalamnya. Tampaknya Silvi masih ingin melanjutkan lagi pikirku.
"Penis kamu masih keras Ren?" tanya Silvi sambil memutar pinggulnya.
"Masih, Mbak masih mau lagi?" tanyaku
"Mau tapi Mbak diatas ya" Kata Silvi.
"Cabut dulu Ren"

Setelah dicabut, mulut Silvi pun bergerak dan mencium penisku, Silvi mengulum penisku terlebih dahulu sambil memberikan vaginanya padaku. Kembali terjadi pemanasan dengan posisi 69. Desahan-desahan Silvi, vagina Silvi yang harum membuatku melupakan Evi sementara waktu.

Hari itu sejak pukul lima sore hingga esok paginya aku bercinta dengan Silvi, entah berapa kali kami orgasme. Dan itu pun berlangsung hampir setiap malam selama Evi belum kembali dari Praktek Kerjanya di yogya selama 2 bulan lebih. Kupikir mumpung Evi tidak ada kucumbu saja kakaknya dulu.

Singkat cerita kami berangkat dengan mobil Vitaraku sesampainya di Puncak kami menginap di Villaku. Kami beristirahat sebentar lalu malamnya kami berputar-putar mencari angin. Di dalam mobil Sandy berpelukan dengan Lisa di belakang.
"San kamu kok sudah nggak sabar sih kan malam masih panjang" kataku.
"Habis dingin banget nih" jawabnya. Dengan kaca spionku aku dapat melihat dengan jelas mereka berciuman dan tangan Sandy bergerilya di sekitar dada Lisa, wah tegang aku jadinya melihat mereka dan Lisa tampak sangat cantik malam ini.
"San kalau kamu gitu aku jadi nggak tahan lho.." kata Olga.
"Kamu duduk belakang sekalian aja", jawab Lisa.
"Edan keenakan Sandy dong", jawabku.
"Nggak apa-apa to Ric kan sama temen kok dianggap sama orang lain", jawab Sandy.
"Boleh khan yang", tanya Olga.
"Terserah kamu aja jika pingin nyoba sana pindah" jawabku, lalu Olga langsung pindah ke belakang. Sandy jadi duduk di tengah, dia mencium Olga dan Lisa bergantian.
"Nanti sesampai di Villa ganti aku nyoba Lisa ya..", tanyaku.
"Boleh", sahut mereka serempak.

Karena sudah tidak tahan aku putar mobilku dan langsung kembali ke villa. Aku langsung rangkul Lisa dan aku ciumi, aku lakukan itu di ruang tengah, sedang Olga dan Sandy nonton TV.
"Ric yuk kita main berempat di kamar aja" ajak Sandy.
"OK, aku dan Lisa sih pasti mau-mau aja cuman Olga apa mau jika kamu ikut? sebab kamu kan jelek, gantengan aku?".
"Ngejek ya aku sih malah takut jika Olga nanti ketagihan sama pelerku".
Lalu kami berempat mulai masuk ke kamar utama. Kami berempat lalu telanjang bulat.

Pertama-tama kami ciuman aku dengan Lisa sedang Olga dengan Sandy. Kita sih sudah sering melakukan hubungan seks tapi kalau berganti pasangan dan main secara bersama sih baru kali ini. Aku lirik si Olga dia sudah mulai mengisap penis Sandy, sedang Sandy merem-melek keenakan. Aku sedang mainin clitoris Lisa dengan lidahku dia sangat terangsang kelihatannya.
Lalu aku ganti diisep oleh Lisa. Kalau isapannya sih enakan isapan Olga, si Lisa kurang pengalaman kali.
"Mari kita main bareng", ajakku.

Lalu kita berempat tiduran di karpet si Lisa mengisap penisku dan aku mainin vagina Olga dengan mulutku, sedang Sandy diisap Olga dan Sandy mainin vagina Lisa. Kami main posisi begitu dengan berganti-ganti pasangan.

Setelah puas aku main dengan lisa, vaginanya aku masukin penisku, penisku lebih besar dari punya sandy cuman kalah panjang. Vaginanya sih lebih nikmat punya Lisa sebab lebih kecil ukurannya dan tidak terlalu becek jadi lebih nikmat rasanya.

Kami main berganti posisi dan juga berganti pasangan. Setelah puas aku dan Sandy keluarin di mulut pacar masing-masing. Dan malam itu aku tidur dengan Lisa dan Olga tidur dengan Sandy.

Ini berawal saat ibunya sakit dan harus masuk rumah sakit dan Paul harus terbang ke luar kota untuk urusan bisnis yang amat penting. Paul tadinya tak setuju saat Emma meminta papanya, Jack, agar menginap di rumah mereka untuk sementara untuk menemaninya pergi ke rumah sakit, mengatakan padanya bagaimana hal itu akan mengganggu pikirannya karena dia adalah titik penting dalam negosiasi kali ini.

Dan pikiran yang sangat mengganggunya itu adalah karena dia curiga sudah sejak dulu papanya ada 'perasaan lain' pada Emma istrinya. Emma merasa sangat marah pada Paul, karena sangat egois dan dengan perasaan cemburunya itu. Bukan hanya kali ini Paul meragukan kesetiaannya terhadap perkawinan mereka dan kali ini dia merasa telah berada dalam puncaknya.. Dan dia tahu dia akan membuat Paul membayar sikapnya yang menjengkelkan itu.

Ketika itu terjadi, Jack tiba pada hari sebelum Paul terbang ke luar kota untuk bertemu kliennya. Dia tidak membiarkan kedatangan Jack mengganggu jadwalnya, meskipun dia akan membiarkan papanya bersama Emma tanpa dia dapat mengawasinya selama beberapa hari kedepan. Ini adalah segala yang Emma harapkan dan lebih, ketika dia menyambut Jack dengan secangkir teh yang menyenangkan..

Dia bisa katakan dari perhatian Jack yang ditunjukkannya pada kunjungan itu. Mata Jack berbinar saat dia tahu Paul akan pergi besok pagi-pagi benar, dan dia mendapatkan Emma sendirian dalam beberapa hari bersamanya. Emma sangat menarik, yang sungguhpun dia tahu sudah tidak punya kesempatan terhadap Emma, dia masih berpegang pada harapannya, dan berbuat yang terbaik untuk mengesankannya, dan menggodanya.

Emma tersanjung oleh perhatiannya, dan menjawab dengan mengundang bahwa mereka berdua dapat mulai untuk membiarkan harapan dan pemikiran yang telah dia kubur sebelumnya untuk mulai kembali ke garis depan itu.

Sudah terlambat untuk jam kunjungan rumah sakit sore itu, sehingga mereka akan kembali lagi esok paginya sekitar jam sebelas. Emma menuangkan beberapa gelas wine untuk mereka berdua sekembalinya dari rumah sakit petang itu.

"Aku harus pergi dan mandi.. Aku kira aku tidak punya waktu pagi nanti".
"Oh bisakah Papa membiarkan showernya tetap hidup? Aku juga mau mandi jika Papa tidak keberatan."

Emma mau tak mau nanti akan menyentuh dirinya di dalam shower, bayangan tangan Jack pada tubuhnya terlalu menggoda dan rasa marah terhadap suaminya sangat sukar untuk dienyahkan dari pikirannya.

Dia belum terlalu sering mengenakan jubah mandi sutera itu sebelumnya, tetapi memutuskan untuk memakainya malam ini. Hasrat hatinya mendorongnya untuk melakukannya untuk Papa mertuanya, Paul bisa protes padanya jika dia ingin. Terlihat pas di pinggangnya dan dengan tali terikat, membuat dadanya tertekan sempurna. Itu nampak terlalu 'intim' saat dia menunjukkan kamar mandi di lantai atas. Emma meninggalkannya, dan kemudian kembali semenit kemudian.

"Aku menemukan salah satu jubah mandi Paul untuk Papa" dia berkata tanpa berpikir saat dia membukakan pintu untuknya. Di dalam cahaya yang remang-remang Emma dapat melihat pantatnya yang atletis.

Mereka duduk bersama di atas sofa, melihat TV. Dan setelah dua gelas wine lagi, Emma tahu dia akan mendorong 'keinginan' manapun yang Jack ingin lakukan. Dia sedikit lebih tinggi dari Paul, maka jubahnya hanya sampai setengah paha berototnya. Mau tak mau Emma meliriknya sekilas dan ingin melihat lebih jauh lagi. Dengan cara yang sama, Jack sulit percaya akan keberuntungannya untuk duduk disamping Emma yang berpakaian sangat menggoda dan benaknya mulai membayangkan lebih jauh lagi. Jack akan dikejutkan nantinya jika dia kemudian mengetahui hal sederhana apa yang akan membuat hasratnya semakin mengakar..

Besok adalah hari ulang tahun Emma, dan Paul lupa seperti biasanya, alasannya bahwa tidak ada waktu untuk lakukan apapun ketika dia sedang pergi, dan dia telah berjanji pada Emma kalau dia akan berusaha untuk mengajaknya untuk sebuah dinner yang manis ketika pulang. Kenyataannya bahwa Jack tidak hanya tidak melupakan, tetapi membawakannya sebuah hadiah yang menyenangkan seperti itu, menjadikan hatinya lebih hangat lagi. Dia seperti seorang anak perempuan kecil yang sedang membuka kotak, dan menarik sebuah kalung emas.

"Oh Papa.. Papa seharusnya tidak perlu.. Ini indah sekali"
"Tentu saja aku harus.. Tapi aku takut itu tidak bisa membuat kamu lebih cantik cintaku.. Sini biarku kupasangkan untukmu"
"Ohh Papa!"

Emma merasa ada semacam perasaan cinta untuknya saat dia berada di belakangnya. Dia harus lebih dulu mengendurkan jubah untuk membiarkan dia memasang kaitan di belakang, dan ketika dia berbalik ke arahnya, Jack tidak bisa menghindari tetapi matanya mengarah pada belahan dada Emma yang menyenangkan.

"Oh.. Apa rantainya kepanjangan?" ia berharap, menatap kalung yang melingkar di atas dada lezatnya.
"Tidak Pa.. Ini menyenangkan" dia tersenyum, menangkap dia memandang ke sana lebih banyak dari yang seharusnya diperlukan.
"Oh terima kasih banyak.."

Emma menciumnya dengan agak antusias dibanding yang perlu dilakukannya dan putus tiba-tiba dengan sebuah gairah dipermalukan. Kemudian Jack menangkap momen itu, menarik punggungnya seolah-olah meredakan kebingungannya dan menciumnya dengan perasaan jauh lebih dibandingkan perasaan seorang mertua.

"Selamat ulang tahun sayang" katanya, saat senyuman mereka berubah jadi lebih serius.
"Oh terimakasih Papa"

Emma menciumnya kembali, menyadari ini adalah titik yang tak bisa kembali lagi, dan kali ini membiarkan lidahnya 'bermalas-malasan' terhadapnya. Dia baru saja mempunyai waktu untuk merapatkan jubahnya kembali saat Paul meneleponnya untuk mengucapkan selamat malam dan sedikit investigasi. Paul ingin bicara pada papanya dan memintanya agar menyimpan cintanya untuk ibunya yang sudah meninggal. Mata Emma tertuju pada Jack saat dia menenteramkan hati putranya di telepon, mengetahui dia akan membiarkan pria ini melakukan apapun..

"Aku sangat suka ini Pa.." Emma tersenyum ketika telepon dari Paul berakhir. Dia menggunakan alasan memperhatikan kalungnya untuk membuka jubahnya lagi, kali ini sedikit lebih lebar.
"Apa kamu pikir ini cocok untukku?"
"Mm oh ya.." dia tersenyum, matanya menelusuri bagian atas gundukan lezatnya, dan untuk pertama kalinya membiarkan gairahnya tumbuh.

Emma secara terbuka mempresentasikan payudaranya untuk kekasihnya, membiarkan dia menatapnya ketika dia membusungkan dadanya jauh lebih lama dibandingkan hanya sekedar untuk memandangi kalung itu. Dia mengangkat tangannya dan memegang mainan kalung itu, mengelus diantara dadanya, menatap tajam ke dalam matanya.

"Kamu terlihat luar biasa dengan memakainya" dia tersenyum.

Nafas Emma yang memburu adalah nyata ketika tangan kekasihnya telah menyentuhnya di sana, dan pandangannya yang memikat saat kekasihnya menyelami matanya memberi dia tiap-tiap dorongan. Mereka berdua tahu apa yang akan terjadi kemudian, sudah terlalu jauh untuk menghentikannya sekarang. Dia akan bercinta dengan Papa mertuanya. Mereka berdua juga menyadari, bahwa tidak perlu terburu-buru kali ini, mereka harus lebih dulu membiarkan berjalan dengan sendirinya, dan walaupun kemudian itu akan menjadi resikonya nanti.

Emma bisa melihatnya sekarang kalau 'pertunjukannya' yang nakal telah memberi efek pada gairah kekasihnya. Gundukan yang terlihat nyata di dalam jubahnya menjadikan jantungnya berdebar kencang, dan kekasihnya menjadi bangga ketika melihatnya menatap itu, seperti halnya dia yang memandangi payudaranya.

"Kamu sudah cukup merayuku.. Kamu nakal!" Emma tersenyum pada kata-kata terakhirnya, memberi dia pelukan yang lain. Pelukan itu berubah menjadi sebuah ciuman, dan kali ini mereka berdua membiarkan perasaan mereka menunjukkannya, lidah mereka saling melilit dan memukul-mukul satu sama lain. Emma merasa tali jubahnya mengendur, dan Jack segera merasakan hal yang sama.

"Oh Jack.. Kita tidak boleh" dia menjauh dari kekasihnya sebentar, tidak mampu untuk hentikan dirinya dari pemandangan jubahnya yang terbuka cukup lebar untuk melihat ujung penisnya yang tak terukur membesar diantara pahanya yang kuat.

"Ohh Emma.. Aku tahu.. Tapi kita harus" dia menarik nafas panjang, memandang pada perutnya untuk melihat kewanitaannya yang sempurna, telah merekah dan mengeluarkan cairannya. Detak jantung Emma bahkan jadi lebih cepat saat dia lihat tonjolannya menghentak lebih tinggi ke udara saat kekasihnya memandang bagian paling intimnya.

"Oh Jack sayang.." desahnya pelan saat kekasihnya memeluknya, jubahnya tersingkap dan dia terpana akan tonjolannya yang sangat besar di bagian bawahnya. Itu sepertinya memuat dua prem ranum yang membengkak dengan benihnya yang berlimpah. Dia tidak bisa hentikan dirinya sekarang.. Dia membayangkan dirinya berenang di dalamnya.

"Emma cintaku.. Betapa lamanya aku menginginkanmu.." katanya saat ia menggapai paha Emma.
"Oh Jack.. Seandainya aku tahu.. Setiap kali Paul bercinta denganku aku membayangkan itu adalah kamu yang di dalamku.. Papa termanis.. Apakah aku terlalu jahat untuk katakan hal seperti itu?"
"Tidak kekasihku.." jawabnya, mencium lehernya dan turun pada dadanya, dan membuka jubahnya lebih lebar lagi untuk agar tangannya dapat memegang payudaranya. Mereka berdua ingin memanfaatkan momen itu..
"Apakah kamu ingin aku di sana sekarang?"
"Oh Jack.. Ya.. Papa" erangnya kemudian mengangkat jubahnya dan tangannya meraih penisnya.
"Aku sangat menginginkannya"
"Oh Emma.. Kekasihku, apakah ini yang kamu ingin?" dia mengerang, memegang jarinya di sekitar batang berdenyutnya yang sangat besar.
"Oh ya Papa.. Penismu.. Aku ingin penis Papa di dalamku"
"Sayangku yang manis.. Apa kamu menginginkannya di sini?" kekasihnya melenguh, menjalankan jemarinya yang pintar sepanjang celah itu, menggodanya, membuat matanya memejam dengan nikmat. Emma hampir merintih ketika dia menatap mata kekasihnya.
"Mm penis Papa di dalam vaginaku"
"Ahh anak manisku tercinta" Emma menjilat jarinya dan menggosoknya secara lembut di atas ujung kejantanannya yang terbakar, membuat kekasihnya merasa ngeri dengan kegembiraan.
"Kamu ingin jadi nakal kan Pa.. Kamu ingin orgasme di dalamku" Emma menggoda, meninggalkan pembesaran tonjolan yang bagus, dan mengalihkan perhatiannya kepada buah zakarnya yang membengkak.

Sekarang adalah giliran kekasihnya untuk menutup matanya dengan gairah yang mengagumkan.

"Kamu ingin meletakkan spermamu di dalam istri putramu.. Kamu ingin melakukan itu di dalam vagina gadis kecilmu"

Dia hampir menembakkannya bahkan waktu Emma menggodanya, tetapi entah bagaimana menahan ombak klimaksnya, dan mengembalikannya pada Emma, keduanya sekarang saling memegang pinggang satu sama lainnya.

"Dan kamu ingin benih Papa di dalam kandunganmu kan.. Dalam kandunganmu yang dahaga.. Membuat seorang bayi kecil di dalam kandungan suburmu" dia tidak bisa semakin dekat kepada tanda untuknya.. Emma telah memimpikan kekasihnya memberinya seorang anak, Emma gemetar dan menggigit bibirnya saat jari tangan kekasihnya diselipkan di dalam saluran basahnya.

"Papa.. Oh ya.. Ya.. Tolong.. Aku sangat menginginkannya.."

Paul belum pernah punya keinginan membicarakan tentang hal itu.. Emma tidak benar-benar mengetahui apakah dia ingin seorang anak, sekalipun begitu pemikiran itu menjadi sebuah gairah yang luar biasa. Bibirnya menemukannya lagi, dan tenggelam dalam gairahnya, lidah mereka melilit lagi dengan bebas tanpa kendali yang sedemikian manis.

Emma membiarkan jubahnya terbuka seluruhnya sekarang, menekankan payudaranya secara lembut melawan dada berototnya, perasaan geli membuat cairannya lebih berlimpah. Jantungnya terisi dengan kenikmatan dan antisipasi, pada pikiran bahwa dia menginginkan dirinya.. Bahwa seluruh gairah Emma akan terpenuhi dengan segera.

"Oh gadis manisku yang jahat" lenguhnya saat bibir Emma menggodanya.
"Aku akan pergi sebentar" dia tersenyum dengan mengundang saat dia menoleh ke belakang dari pintu.
"Jangan pergi" Emma melangkah ke lantai atas, jubahnya berkibar di sekitarnya lagi saat dia memandangnya.

Emma tidak perlu merasa cemas, suaminya sedang berada jauh di sana dengan segala egoisme kesibukannya, dan Emma mengenal bagaimana kebiasaanya. Jantung Emma dilanda kegembiraan lebih ketika dia melepaskan jubahnya dan berjalan menuju dia.. Pada Papa mertuanya.. Telanjang dan siap untuk menyerahkan dirinya seluruhnya kepada kekasihnya.

Ketika dia mendengar langkah kaki Emma pada tangga, dia lalu keluar dari jubahnya dan sekarang berlutut di atas permadani di depan perapian, menghadapinya ketika dia masuk, ereksinya semakin besar dalam posisi demikian. Emma berlutut di depannya, tangannya memegang obyek hasratnya, yang berdenyut sekilas, lembut dan demikian panas dalam sentuhannya. Matanya terpejam dalam kenikmatan murni saat Emma berlutut dan mencium ujung merah delima itu, matanya terbuka meresponnya, dan mengirim beberapa tetesan cairan lezat kepada lidah penggemarnya. Kekasihnya mengelus payudaranya dan menggoda puting susunya yang gemuk itu.

"Aku sudah siap Pa.. Malam ini seutuhnya milikmu"
"Emma sayang, kamu indah sekali.." kekasihnya memujinya dan dia tersenyum dengan bangga.
"Oh Papa.. Kumohon. Aku sangat menginginkannya.. Aku ingin benihmu di dalamku"
"Sepanjang malam cintaku.." kekasihnya tersenyum, rebah bertumpu pada sikunya lalu menyelipkan tangannya diantara paha Emma.
"Kita berbagi tiap momen"

Emma rebahan pada punggungnya, melebarkan lututnya membiarkan jari kekasihnya berada di dalam rendaman vulvanya.

"Ohh mm Papa sayang.." Emma melenguh saat jari kekasihnya merangsang tunas kesenangannya tanpa ampun.
"Mm betapa aku sangat memuja perempuan kecilku.." Kekasihnya menggodanya ketika wajahnya menggeliat di puncak kesenangan.
"Ohh Papa.. Rasakan bagaimana basahnya aku untukmu"
"Apa anakku yang manis sudah basah untuk penis Papa? Mm penis Papa di dalam vagina panas gadis kecilnya.. Penis besar Papa di dalam vagina gadisnya yang panas, vagina basah.." kata-katanya diiringi dengan tindakan saat dia bergerak di antara pahanya, tongkatnya berdenyut dengan bernafsu saat dia mempersiapkan lututnya.
"Setubuhi aku Pa.. Masukkan penismu ke dalamku"
"Sayang.. Emma yang nakal.. Buka vaginamu untuk penis Papa" tangan mereka memandu, kejantanannya membelah masuk kewanitaannya.
"Papa.. Yang besar.. Itu penuh untukku kan?"
"Ya putriku manis.. Sperma yang penuh untuk kandunganmu.. Apa kamu akan membuat Papa melakukan itu di dalam tubuhmu?"
"Ahh ya Papa.. Aku akan membuatmu menembakkannya semua ke dalam tubuhku.. Ahh ahh ahh"

Emma mulai menggerakkan pinggangnya.. Takkan menghentikan dirinya saat dia membayangkan itu. Mata mereka saling bertemu dalam sebuah kesenangan yang sempurna, mereka bergerak dengan satu tujuan, yang ditetapkan oleh kata-katanya.

"Papa akan menembakkan semuanya ke dalam kandunganmu yang subur.. Sperma Papa akan membuat bayi di dalam kandunganmu Emma sayang" tangan kekasihnya mengayun pantatnya sekarang saat dia mulai menusuk lebih dalam, matanya menatap kekasihnya ketika dia menarik pantatnya yang berotot, mendorong lebih lanjut ke dalam tubuhnya.. Memberinya hadiah yang sangat berharga.

Penis besarnya menekan dalam dan panjang, buah zakarnya yang berat menampar pantatnya saat dia mendorong ke dalam kandungannya. Dia tidak bisa menolong, hanya melihatnya, setiap gerakan mereka yang mendatangkan nikmat.. Membayangkan waktunya akan segera datang.. Memancar dari kekasihnya.. Berenang di dalam dirinya.. Membuatnya mengandung anaknya. Dia menggelinjang saat kekasihnya menyusu pada puting susunya yang diremas keras, tangan besarnya meremas payudaranya bersama-sama saat dia mengocoknya berulang-ulang.

"Ohh Papa.. Penis besarmu membuatku orgasme.. Oohh" dia berteriak, menaikkan lututnya setinggi yang dia bisa untuk memaksanya lebih dalam ke bagian terdalam vaginanya. Kekasihnya menghentak lebih cepat, meremas pantatnya untuk membuat sebuah lingkaran yang ketat pada vaginanya.. Momen yang sempurna mendekat dengan cepat saat dia menatap mata kekasihnya.

"Emma sayang.. Papa juga keluar.."
"Mm shh" Emma memperlambat gerakan kekasihnya, menenangkannya ketika waktunya datang..
"Aku ingin menahanmu saat kamu keluar.. Saat kamu memompa benihmu ke dalam tubuhku"
"Oh sayang.. Ya gadis manisku.. Tahan aku saat kukeluarkan spermaku ke dalam kandunganmu"

Dia merasa itu membesar di dalam cengkramannya, urat gemuk penisnya siap untuk berejakulasi, dan kemudian menghentak dengan liar, dan dengan masing-masing semburan yang dia rasa pancarannya yang kuat menghantam dinding kewanitaannya, membasahi hamparan ladangnya yang haus kekeringan. Bibir mereka bertemu dalam lilitan sempurna, tangisan Emma membanjiri kekasihnya kala kekasihnya menyembur dengan deras ke dalamnya. Punggung Emma melengkung, mencengkeram penisnya sangat erat saat ombak kesenangan menggulungnya. Dia ingin menahannya di sana untuk selamanya..

"Ohh Ohh aahh.. Papa melakukannya.. Isi aku.. Aahh" jantung mereka berdegup sangat keras ketika mereka berbaring bersama, terengah-engah, sampai mereka bisa berbicara.
"Oh Tuhan, Emma.. Aku sangat menginginkanmu.."

Dan untuk beberapa hari ke depan, tak ada sepatah katapun yang sanggup melukiskan momen itu..

Birahi Anak Kost

19.10.10

Birahi Anak Kost

Kisah ini bermula ketika aku mencari tempat kost di daerah sekitar kampus. Setelah
sekian lama berputar-putar, akhirnya sampailah aku di suatu rumah. Lokasinya enak,
sejuk dan rindang. Dalam hati aku menjadikan rumah ini sebagai kost cadangan
seandainya aku tidak mendapatkan tempat kost. Setelah ngobrol dengan ibu kost tentang
masalah harga, datanglah anak ibu kost yang nomor 3, namanya Mbak Desi (itu
kuketahui setelah aku kost di situ).

Pertama melihat Mbak Desi aku langsung bergetar, gila cantik sekali. Sempat terselip
di benakku untuk berhubungan badan dengannya tapi perasaan itu langsung kusingkirkan sebab di depanku ada ibunya, jadi aku berpura-pura manis dan tersenyum
pada Mbak Desi.

Setelah sekian lama, akhirnya aku kost di situ. Dan hari-hariku kusempatkan mencuri
perhatian ke Mbak Desi, tiap kali kupandangi dia makin kelihatan inner
beauty-nya. Begitu cantik dan tidak bosan-bosan dipandang.

Dan yang membuatku semangat untuk mengejarnya adalah dia juga memberi respon atas
kerlingan-kerlingan mataku dan tingkahku. Walaupun dia sudah bersuami dan
mempunyai anak satu, tapi keindahan tubuhnya masih kelihatan, ini terbayang dari baju
tidur yang dia kenakan tiap pagi, tipis dan tembus pandang, jadi kalau Mbak Desi
berjalan aku selalu ada saja acara untuk mengikutinya entah mandi, ke belakang atau
entah apa saja yang dia lakukan. Dan sesekali kalau rumah sedang sepi, aku berjalan di
belakangnya sambil mengocok batang kemaluanku yang selalu tegang bila melihat dia
sambil berimajinasi berhubungan badan dengan Mbak Desi.

Ini kulakukan beberapa kali, sampai suatu saat ketika aku sedang mengocok batang
kemaluanku, tiba-tiba Mbak Desi berbalik dan berkata, "Entar kalau udah keluar di lap
ya..." tentu saja aku jadi belingsatan, tapi aku cepat menguasai situasi, dengan berterus
terang sama Mbak Desi, "Entar Mbak, tanggung nich..." dan aku pun makin
mempercepat kocokanku dengan harapan aku semprotkan di perut Mbak Desi, sebab
waktu itu Mbak Desi berbalik dan berhadap-hadapan denganku. Dan tanpa di sangka
Mbak Desi membungkuk dan mengulum batang kemaluanku, tentu saja aku makin
terangsang oleh sentuhan-sentuhan lidah Mbak Desi, tampak Mbak Desi mengulum
dengan penuh nafsu diiringi oleh sedotan-sedotan dan gigitan kecilnya, sesaat kemudian
kemaluanku mulai berdenyut dan makin menegang keras.

"Terus Mbak... oh.. oh.. oh... enak Mbak..." bagaikan melayang di awan kepalaku mulai
berkunang-kunang, dan Mbak Desi pun sepertinya tahu situasi saat itu, dia pun mulai
mengocok dengan tangannya dengan irama cepat.
"Ooh.. Mbak.. Mbak.. aku mau keluar Mbak... oh.. oh.. oh... sshh.. shh.. ah..." Crott...
croott... keluarlah air maniku banyak sekali membasahi bibirnya berkilat-kilat diterpa
sinar lampu dapur. Dan tanpa pikir panjang aku langsung mengulum bibirnya yang masih
dipenuhi spermaku, sambil aku bergerilya di sepanjang dadanya, yang kira-kira
berukuran 36. Setelah beberapa saat dia mulai mengendurkan ciumannya dan berkata,
"Sekarang bukan waktunya Dik..." Kejadian di dapur itu selalu teringat olehku dan selalu
menjadi imajinasiku.

Hari berikutnya aku makin sering menggoda dia, tanpa sepengetahuan suaminya. Suatu
saat suaminya ada keperluan keluar kota, saat itulah yang kutunggu-tunggu untuk iseng
mengajaknya jalan, dengan alasan ingin diantar ke Cihampelas membeli baju. Mbak Desi
pun mau, jadilah aku keluar bersama dia. Di tengah perjalanan aku ngobrol dengannya,
mengorek tentang rumah tangganya terutama masalah kehidupan seksualnya. Ternyata
dia saat itu sedang suntuk di rumah dan ingin main keluar, langsung saja kusambut
kesempatan itu, kuajak dia main ke daerah pegunungan di Lembang.

Di sana dingin sekali, dan aku mulai memberanikan diri memegang tangan dan pahanya.
Sambil menggodanya, "Mbak dingin-dingin gini enaknya apa ya..." kataku.
"Ee... apa ya..." katanya.
"Kita sewa hotel aja yuuk.. Mbak Desi kedinginan nich..." katanya lagi.
Sebuah permintaan yang membuatku deg-degan, langsung saja kubelokkan ke sebuah
hotel yang kelas Rp 50.000-an,
"Gimana Mbak, udah anget belum..." tanyaku di dalam kamar.
"Anget gimana? tidak ada yang memeluk kok anget..." jawab dia.
"Bener nich..." kataku.

Langsung saja kudekati dia dan tanpa canggung lagi aku mulai mencium bibirnya, dan
dia pun membalas, ternyata dia begitu mudah terangsang oleh ciumanku yang langsung
kuteruskan dengan menjilati leher disertai dengan gigitan kecil. Aku pun mulai bergerilya
dengan menelusupkan tanganku di balik kaosnya. Busyet, dia tidak memakai BH di
payudara yang berukuran 36B. Aku buka kaosnya dan tampaklah sebuah gundukan 36B
dengan puting yang merah kecoklatan. Begitu bersih dan putih tubuhnya, kujilati leher
dan pelan-pelan turun ke dadanya. Mbak Desi pun melengus perlahan sambil mengacak-
acak rambutku. Hingga sampai saat aku melingkar-lingkarkan lidahku di seputar puting
susunya, dia makin keras melenguh, hal itu makin membuat nafsuku memuncak, "Iseep...
Dik... iseepp... terusss... aahh..." Kusedot putingnya dan saking memuncaknya nafsuku,
kugigit putingnya, dia semakin menggila mendesah-desah tak karuan.

Perlahan-lahan aku memasukkan tanganku di balik celana jeansnya. Oh, begitu lembut
bulu kemaluannya disertai dengan basahnya bibir kemaluannya. Kulepas baju dan
celananya sampai keadaan telanjang bulat, begitu mulus tubuhnya, sejenak kupandangi
tubuhnya dengan tertegun, lalu aku gantian melepas semua baju dan celanaku hingga
kami berdua telanjang bulat tanpa selembar benang pun. Kugigit-gigit kecil dan jilati
perutnya perlahan-lahan sambil terus turun ke arah pangkal pahanya, terus turun sampai
ke telapak kaki kiri dan kanan. Kubalikkan badannya hingga dia tengkurap, lalu dari
belakang leher kujilati perlahan-lahan sambil menggigit kecil dan turun, "Ohh... Diikk...
terus Dikk... oh... oh... enak Diikk..." erangan Mbak Desi disertai dengan belaian usapan
telapak tangan lembutnya. Terus turun dari punggung ke arah pantat, sampai di pantat
kugigit dia saking menahan nafsuku, dia pun meregang menjerit kecil.

Lalu hingga tiba di daerah selangkangannya, kulihat kemaluannya merah dan basah
berkilat-kilat oleh karena lendir birahi, pelan-pelan kujilati pinggiran kemaluannya
dengan gerakan melingkar di pinggir kemaluannya. Aku pun mulai membuka bibir
kemaluannya dengan kedua tanganku tampaklah klitorisnya yang sudah menegang
berwarna merah. Perlahan-lahan kujilat klitorisnya pelan tapi pasti sambil kugerakkan
naik turun sepanjang garis kemaluannya. Mbak Desi pun makin mengerang,
menghempaskan badannya ke kiri dan ke kanan sambil sesekali menjambak rambutku
disertai teriakan kecil.

Beberapa saat kemudian Mbak Desi mulai mengejang dan bergetar sambil meringis
menahan sesuatu, "Ahh... ahh... Dik... aku keluuaar...." sambil menggigit bibirnya. Mbak
Desi bangkit lalu mambalikkan badanku hingga aku pun terhempas telentang, dia mulai
mencium bibirku, leher dan tibalah di daerah paling sensitifku, di kedua putingku, aku
mulai mendesah ketika Mbak Desi menjilatinya, Mbak Desi tanggap akan hal itu, dia
terus menjilatinya dan karena aku tidak tahan lagi kusuruh dia menggigitnya keras-keras.
Aku pun blingsatan menahan nikmat tak terkira, makin keras gigitannya makin puas
kurasakan.

Di tengah kenikmatan itu tiba-tiba ada sesuatu yang merasuk dan menancap di
kemaluannku, gila rasanya mau meletup dan pecah kepala ini merasakan kenikmatan itu,
ternyata Mbak Desi sambil mengigit putingku dia memasukkan batang kemaluanku ke
lubang kemaluannya. "Bless..." batang kemaluanku yang masih kering itu pun terbenam
di belahan daging hangat dan basahnya. Aku sempat menggigit dada Mbak Desi karena
kenikmatan itu. Perlahan-lahan Mbak Desi menggerakkan badannya naik turun,
sedangkan aku hanya terpejam diam menikmati surga dunia itu, "Aah... ah... ah... gila kau
Mbak... gila kamu... ah... Mbak pintar sekali... enak Mbak... oh... terus... ah... ah..." aku
mengerang kenikmatan.
Mbak Desi yang terus menggoyang badannya membungkuk lalu menjilati dan menggigit
putingku, satu gaya yang bisa membunuhku dengan kenikmatan, aku pasrah pada situasi.
"Bunuh aku dengan tubuhmu Mbak..." kataku, Mbak Desi hanya tersenyum simpul.
Mbak Desi tetap di atasku tapi posisi punggungnya membelakangiku, aku kurang sreg
lalu kusuruh dia berbalik lagi, Mbak Desi berbalik lagi dan dia menyodorkan
payudaranya ke arah mulutku, aku pun mulai menghisap dan mengulum sekuatku.


Tiba-tiba tubuh Mbak Desi bergetar hebat sambil meremas kedua lenganku dan kadang-
kadang mencakarku, dia keluar untuk kedua kalinya. Aku berhenti sebentar, supaya
kondisi kemaluannya pulih kembali sebab dia sudah mencapai puncak orgasmenya. Aku
ganti di atas, perlahan-lahan kuarahkan kemaluanku ke depan bibir kemaluannya, sengaja
tidak kumasukkan dulu tapi kubuat main-main dulu dengan cara kuserempetkan ujung
kepala kemaluanku ke klitorisnya, dia mulai mengerang lagi. Dengan perlahan
kumasukkan batang kemaluanku ke lubang kenikmatannya yang sudah basah oleh
semprotan cairan Mbak Desi.

"Bluess..." batang kemaluanku dengan gagahnya maju memasuki liang surga Mbak Desi.
"Ooh... Dik... enak Dik... oh... terruus... Dik... ohh... oohh..." sambil tangannya meremas
kedua putingku. Aku semakin mempercepat goyangan, setelah beberapa lama keringatku
pun membasahi dada Mbak Desi, butir demi butir laknat pun jatuh seiring dengan
bertambahnya argo dosaku, tubuh kami berdua berkeringat hingga kami pun bermandi
peluh. Justru hal itulah yang membuatku makin bernafsu. Sambil merem melek aku
menikmati hal itu, hingga perutku mulai mengeras, otot perut mulai mengencang siap
untuk meledakkan sesuatu, bergetar hebat.

"Oh... Mbak aku mau keluar... Mbak... oh... aku mulai keluar Mbak... Keluarin di mana
Mbak... dalem ya.. oh... oh..." aku mengerang kenikmatan.
"Keluarin di dalam aja Dik, Mbak juga sudah mulai keluar kok... yah... yah... terus Dik...
dipercepat... ya begitu... oh... oh terus Dik..." dengan menjerit Mbak Desi terlihat pasrah.
"Ooh... Mbak... sekarang... Mbak... oh... ah... ahh... sshh... ah..."
"Croot.. croott.. croooooott.. crett..." kusemburkan spermaku di dalam liang kemaluan
Mbak Desi, begitu banyak spermaku sampai-sampai tertumpah di sprei.

Aku menjatuhkan badan di sisi Mbak Desi dengan mengeluarkan kata-kata sumpah
serapah, Mbak Desi bangun dan mengulum batang kemaluanku yang masih berlepotan
spermaku, menjilat dan mengulumnya sampai bersih, rupanya dia menelan sisa-sisa
sperma yang ada di batang kemaluanku, lalu terjatuh di sisiku juga. Kami berdua
terengah-engah dengan nafas memburu, mencoba memahami apa yang kami lakukan
tadi.
"Thank's Mbak..." kukecup kening dan pipinya sambil meremas payudaranya.
"Ya aku puas dengan kamu Dik..." kata Mbak Desi.

Akhirnya kami terus melakukan hubungan itu, di mana pun dan kapan pun, di dapur, di
kamar mandi, di kamarku, di saat sepi. Hingga kini kami terhanyut oleh kenikmatan
surga dunia yang tiada bosan-bosannya kami rasakan.


TAMMAT