Baru Kenal Haid

3.11.10

Aku seorang anak laki-laki yang sudah ditinggal mati kedua orangtuaku, saat itu aku masih bayi, oleh sebab itu aku tinggal bersama Paman dan Bibiku. Tempat tinggal kami adalah sebuah kontrakan yang hanya memiliki sebuah kamar tidur. Sebetulnya tidak dapat dikatakan sebagai kamar tidur, karena kontrakan ini tidak mempunyai sebuah kamar pun, kecuali kamar mandi yang jadi satu dengan kloset.

Untuk membentuk kamar, maka tempat tidur tingkat yang terbuat dari besi bulat yang sangat besar (peninggalan orangtuaku) di sampingnya ditutup dengan lemari pakaian yang terbuat dari plastik yang lumayan besar. Aku dan anak tunggal Paman tidur bersama di bagian atas, dia adalah seorang gadis. Anaknya sudah besar, karena aku penakut maka aku tidur bersamanya.

Pernah suatu kali aku terbangun menjelang tengah malam, karena rasa haus mencekik leherku. Dengan mata masih belum terbuka secara keseluruhan aku turun dari tempat tidur. Saat aku akan turun, terdengar tarikan selimut dengan sangat cepatnya. Tampak sekilas Paman yang tadi berada di atas tubuh Bibi segera beralih ke samping mendekati sisi dinding, sementara bibi ada di sisi tempat aku turun. Mereka secara bersamaan segera menutup organ penting mereka dengan selimut yang ada di samping mereka.

"Ngapain Bud..?" tanya Bibi
"Haus, Bulek." jawabku.
Segera aku mengambil kendi di samping televisi dan menuangkan ke mulutku, dan segera naik ke atas tempat tidur, kembali tidur.
Waktu itu aku tidak tahu apa yang sedang mereka kerjakan, tetapi kejadian itu tidak terlupakan hingga saat ini.

Karena kamar mandi yang hanya ada satu, kadang kami rebutan. Pernah suatu kali saat aku mandi, Bibi sudah tidak tahan untuk membuang hajat.

"Bud, bukain pintunya, Bulek sudah nggak tahan nih..!" katanya dari luar kamar mandi.
Begitu pintu kamar mandi terbuka, dengan menggunakan longdress, dia mengangkat ujung longdress, kemudian menurunkan celana dalam sebatas dengkul dan mengangkat longdress-nya lagi sebatas pinggang, kemudian jongkok sambil menarik baju di bagian belakangnya, dan segera membuang hajatnya. Aku sendiri jengah dan tidak berani menghadap ke Bibi, selain itu aku pun ingin segera keluar dari kamar mandi, bukan apa-apa, mendengar suara dan baunya itu lho.

Sekilas aku melihat celana dalam Bibi yang berwarna hitam sobek di bagian dasarnya (mungkin pas jahitan) sehingga membentuk seperti ada lubangnya. Setelah keluar dari kamar mandi dan kemudian berangkat sekolah, masih terpikir mengapa ada lubang di celana dalamnya? Apa karena ketarik oleh kedua lututnya? Atau ada fungsi lainnya? Pemikiran sebagai anak kecil belum sampai mengapa demikian. Misteri lubang itu masih terbawa hingga kini.

Entah wabah apa yang terjadi, Bibi dan anak wanitanya menderita sakit, sementara Paman bekerja (aku baru mengetahui bahwa semua wanita akan mendapat 'penyakit' setiap bulannya - nah mereka berdua tergolong berat 'penyakit'-nya karena apabila mendapatkan selalu 'klenger' alias tidak dapat menjalani aktifitas sehari-hari). Bibi meminta bantuanku untuk membantu mengerjakan pekerjaan rumah. Sebetulnya pekerjaan rumah tangga sudah biasa kukerjakan, hanya mencuci yang belum pernah kukerjakan, karena selama ini yang mengerjakan anaknya atau Bibi.

Dengan sedikit diberi petunjuk (jadi inget jaman orde baru), aku disuruh merendam cucian yang sudah menumpuk dengan air yang dicampur bubuk deterjen (yang katanya bisa mencuci sendiri; kenyataannya setelah direndam satu jam, tetap saja aku harus menyikat dan menggilasnya di papan gilas).

Setelah direndam, aku mulai mencuci. Aku menemukan beberapa lembar rambut yang menurutku aneh bentuknya (runcing ujungnya dan ikalnya berbeda dengan rambut yang kebanyakan kulihat), yang menempel di celana dalam Bibi dan anak wanitanya. Kemudian aku juga menemukan bercak putih kekuningan di bagian dasar celana dalamnya, walau setengah mati aku menyikatnya tidak dapat hilang, hanya ada bercak darah yang hilang saat kusikat sekali saja (wah, mau mengadu ke siapa yah, kok di iklan televisi kotorannya bisa terbang ke atas dengan sendiri, ini jangankan terbang ke atas, bergeser sedikit saja nggak.)

Setelah kusikat, kubilas dan peras, kemudian bilas lagi. Aku sangat menyukai pekerjaan yang sempurna, oleh sebab itu aku tidak ingin pekerjaan dinilai oleh Bibi tidak bersih. Satu persatu kuperiksa cucianku. Untuk baju kuperiksa bagian kerah bajunya, bersih! Untuk celana aku periksa bagian ujung bawahnya, bersih juga. Nah hanya bagian celana dalam mereka berdua saja yang tidak dapat bersih.

Selain kulihat, aku juga mencium pakaian yang kucuci, aku tidak ingin pakaian yang kucuci bersih tetapi baunya apek. Semua pakaian baunya wangi deterjen, hanya dasar celana dalam mereka berdua yang baunya kok bisa mengalahkan wanginya deterjen. Mungkin setelah dijemur nanti akan berubah, pikirku.

Setelah kujemur kering, kemudian kucium dasarnya.
"Ngapain Bud, kamu ciumin celana Bulek..?" kata Bibiku memergokin tingkah lakuku.
Wah jangan-jangan Bulek berpikiran macam-macam, untuk itu aku mencoba menjelaskan sejujurnya apa yang terjadi, tetapi Bibi tidak memberikan jawaban dari pertanyaanku, mengapa kok nodanya tidak dapat hilang, begitu juga baunya. Hanya saja dia bilang aku sudah bekerja dengan baik.

Akhirnya aku tahu mengapa ada bercak darah dan 'penyakit' apa yang mereka derita. Saat aku membuang sampah, ada bungkusan koran yang mengusikku untuk membukanya. Setelah bungkusan kubuka, kok ada gulungan yang merekat seperti isolasi band. Kubuka perekatnya, nampak bagian tengahnya penuh dengan darah dan beberapa lembar bulu, bulu yang mirip kutemukan di celana waktu sebelum mencuci tadi. Kuperhatikan setiap buang sampah, minimal sekali dalam sebulan aku menemukan sampah seperti ini.

Masalahnya bercak dan bau apakah itu? Pertanyaan ini kusimpan di benakku.